Memiliki rumah sendiri adalah
impian setiap keluarga. Ada banyak jalan menuju Roma, kita bisa membeli rumah baru
atau bekas. Mau beli dengan cara kontan atau kredit. Mau beli di perumahan atau
di kampung. Semua ada kelebihan dan kekurangannya. Tinggal kita saja mau pilih
yang mana.
Kali ini saya ingin sharing perjuangan Keluarga Biru untuk
memiliki rumah sendiri. Sebelum membeli rumah tentunya kita harus punya
kriteria rumah impian kita seperti apa. Kalau saya mempunyai satu syarat utama
yaitu lokasinya harus berada di wilayah kota. Bukannya gengsi atau apa tinggal
di kabupaten, namun saya tidak ingin mengalami keribetan dalam mengurus
administrasi seperti yang dikeluhkan oleh beberapa teman kerja saya yang
tinggal di kabupaten. Sedangkan Mama Ivon punya syarat yang lain lagi yaitu
jalan di lingkungan rumah harus lebar dan bisa dilalui mobil.
Perburuan Rumah Idaman pun Dimulai
Dengan dua persyaratan utama di
atas maka yang paling sesuai dengan rumah idaman kami adalah rumah di
perumahan. Kami lalu mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang
perumahan-perumahan baru di Malang. Tapi di sisi lain kami juga
mempertimbangkan saran keluarga kami untuk membeli tanah dan kemudian untuk
membangun rumah menabung dulu.
Di Malang sendiri cukup banyak
dibangun real estate di daerah-daerah pinggiran seperti di Bandulan, Pandan dan
sekitarnya. Pun di dekat rumah keluarga besar yang kami tinggali juga sudah ada
dua perumahan baru. Namun sayang harganya tidak bersahabat dengan dompet kami.
Lalu suatu hari saya mendapatkan
informasi dari teman kerja yang saat itu sedang mengurus proses pengajuan
pembelian rumah secara kredit di sebuah perumahan murah bersubsidi di Jalan Raya
Ki Ageng Gribig yaitu Perumahan Bulan Terang Utama (BTU). Karena tertarik
dengan harganya yang boleh dibilang lebih murah dari perumahan-perumahan yang
sudah kami survey dan ditambah lagi ada kemudahan bagi PNS maka saya mengajak
Mama Ivon untuk datang ke Perumahan BTU.
Awalnya kami melihat dulu kondisi
Perumahan BTU, sesuai dengan sebutannya yaitu perumahan rumah bersubsidi maka
keadaan bangunannya pun menyesuaikan.
Untuk type paling murah adalah type 36, desainnya sangat sederhana. Type
36 terdiri atas satu ruang tamu, dua kamar tidur dan kamar mandi. Untuk dapurnya
tidak ada, pembeli harus membangunnya sendiri di bagian belakang rumah yang
masih kosong. Kondisi temboknya sedikit membuat kami berpikir ulang karena
sudah ada beberapa bagian yang retak.
Kalau kelebihannya view perumahan
BTU sangat indah karena bisa memandang
hamparan kota Malang dan jauh di barat sana tampak deretan gunung. Suasananya
juga sejuk dan jalan masuknya dekat, lebar (jalan kembar) dan tidak curam. Trus
yang utama adalah BTU masih termasuk di dalam wilayah kota Malang. Kami lalu
menuju ke kantor pemasarannya yang ada di depan pintu masuk perumahan untuk
menanyakan persyaratan untuk mengajukan pembelian rumah di BTU. Sayang sekali
kami belum beruntung, di berkas persyaratan disebutkan bahwa untuk PNS harus
menyertakan fotokopi Kartu Istri. Nah kami sendiri waktu itu masih tergolong
pengantin baru dan saya belum mengurus Kartu Istri yang diperuntukkan bagi
setiap istri PNS.
Memantapkan Hati di BTU
Tak terasa waktu berlalu hingga
hampir setahun. Aiman sudah hadir di tengah-tengah kami. Keinginan untuk
memiliki rumah yang semula kami pending
kini mulai muncul lagi. Kami sudah realistis bahwa untuk bisa membeli rumah di
daerah perumahan biasa sepertinya tidak mungkin karena terkendala biaya. Dan
satu-satunya pilihan yang bisa kami coba adalah di Perumahan BTU.
Kami lalu datang kembali ke sana.
Keadaannya sudah berubah, jalan utama yang dulu masih jalan berupa tanah kini
sudah diaspal dan banyak sekali penambahan unitnya. Di kantor pemasaran kami
diberi penjelasan lagi tentang persyaratannya dan ternyata harganya sudah naik.
Selain itu juga antrian proses seleksinya semakin panjang. Akhirnya kamipun
memantapkan hati membeli rumah di Perumahan BTU. Sebagai tanda jadi kami
membayar uang sejumlah satu juta rupiah.
Saya lalu bergerak cepat melengkapi
persyaratan administrasinya, Alhamdulillah sudah lengkap semua. Apalagi ada
beberapa teman kerja yang lebih dulu membeli rumah di BTU sehingga saya bisa
bertanya atau meminta pertolongan jika tidak mengerti dengan persyaratannya.
Ganjalan-ganjalan yang Menghadang
Semua berkas untuk pengajuan kredit
rumah di BTU sudah lengkap dan tinggal
disetorkan saja. Tapi ada beberapa ganjalan yang membuat kami tidak kunjung
kembali ke BTU. Yang pertama soal lokasi, memang benar BTU berada di dalam kota
namun jaraknya ke tempat kerja saya di kawasan Veteran termasuk jauh. Saya
khawatir nanti makin telat saja jika datang ke kantor.
Ganjalan kedua soal uang muka
sebesar 10 juta yang harus kami siapkan jika ingin pengajuan kredit kami segera
diproses. Dari mana kami akan mendapatkannya. Jikalau kami meminjam di bank
maka bulan selanjutnya kami harus sudah siap membayar dua angsuran tiap bulan
yaitu angsuran pinjaman di bank dan angsuran perumahan itu sendiri. Jelas gaji
saya tidak cukup karena saat itu sudah terpotong oleh angsuran hutang di KPN.
Ganjalan ketiga tentang ketentuan
dari pihak developer bahwa selama
lima tahun rumah tidak diubah/direnovasi di bagian depannya. Jika pembeli nekat
mengubah maka akan diberikan sangsi berupa penambahan angsuran per bulannya. Buat
kami syarat ini enggak banget sebab kami berencana ingin sedikit memoles
tampilan depan rumah kami agar terlihat lebih bagusan dikit. Dengan semua ganjalan
tersebut kami memutuskan untuk tidak meneruskan proses pengajuan kredit
pembelian rumah di BTU dan merelakan kesempatan bagus untuk memiliki rumah
sendiri hangus.
Sumber Foto:
desain foto karya Dwi Ranu Sujatmiko
http://www.jurnalmalang.com/2014/01/jelajah-perumahan-murah-bersubsidi-di.html
http://www.jurnalmalang.com/2014/01/jelajah-perumahan-murah-bersubsidi-di.html
Cerita yang sangat menginspirasi :)
ReplyDeletealhamdulilah sudah punya rumah sendiri ya mas....
ReplyDeleteperjuangannya sama dengan kami....
kebetulan dulu kami sempat ragu di BTU
sekarang jalan sudah mulus dan warga sudah banyak yang menempati...