Jika ditanya
peristiwa paling menyakitkan yang pernah Keluarga Biru alami saat traveling,
maka jawabannya adalah ketinggalan kereta. Menyakitkan bukan hanya di hati tapi
juga di sini. *tunjukdompet*. Peristiwa yang tidak akan pernah kami lupakan ini
terjadi ketika kami mau pulang ke Malang setelah refreshing sejenak di Yogyakarta. Bahkan kemarin saat saya mendapat
tugas ikut seminar di Yogyakarta, saya masih terkenang-kenang ketika Keluarga
Biru harus terpaksa bermalam di Stasiun Balapan Solo.
Singgah Sejenak di Yogyakarta
Waktu itu
kami sedang pergi ke Solo karena Mbah Kinah (neneknya Mama Ivon) meninggal
dunia. Kami sudah memesan tiket kereta Solo-Malang dengan jam keberangkatan
pukul 21.52 WIB. Rumah Mbah Kinah berada di pegunungan, untuk mengaksesnya hanya
tersedia satu jenis angkutan umum yaitu ojek. Lalu dari terminal kecil menuju
Stasiun Balapan hanya tersedia bus yang melayani sampai sore hari. Oleh sebab
itu, kami pun terpaksa cabut dari rumah Mbah Kinah pagi hari pukul sembilan.
Sekitar pukul 10 kami sampai di Stasiun Balapan. Karena nggak mungkin menunggu
di stasiun selama 11 jam, maka kami pun memutuskan untuk singgah sejenak di
Yogyakarta.
Awalnya kami
mengira untuk memesan tiket jarak pendek Solo-Yogyakarta itu mudah namun
ternyata harus berjuang sedikit. Maklum karena saat itu weekend dan libur Natal
2015 sehingga tiketnya laris manis. Kami kebagian tiket kereta yang terakhir
dan harus menunggu satu jam. Alhamdulillah perjalanan Solo-Yogyakarta berjalan
lancar, kami tiba di Yogya pukul satu siang.
Supaya
baliknya tidak ketinggalan, saya putuskan untuk memesan tiket Yogyakarta-Solo
begitu tiba di Stasiun Tugu. Namun ternyata untuk pemesanan tiket kereta jarak
dekat minimal satu jam sebelum keberangkatan. Rencananya kami memesan tiket
pukul empat sore jadi saya harus balik ke stasiun pukul tiga sore.
Kami pun
memutuskan untuk jalan-jalan ke Malioboro, Benteng Vredeburg menjadi tujuan
wisata kami. Suasana di sepanjang Malioboro sore itu macet banget karena jumlah
wisatawan yang melonjak drastis, para pejalan kaki bercampur dengan berbagai
macam kendaraan di jalanan. Becak yang kami naiki berjalan lambat membuat kami
sampai bosan.
Istirahat dan Menikmati Yogya yang Macet |
Sayang
teman-teman blogger Yogyakarta tidak ada yang bisa kami ajak ketemuan. Mbak
Prima dan Mbak Rian sedang merayakan Natal. Sementara Mbak Ima, Priyo dan Mbak
Ardiba kesulitan menunju Malioboro karena jalanan yang macet. Memang sih
kondisi Yogya di waktu itu sangat-sangat tidak nyaman, macet di sana-sini. Tak
heran jika banyak wisatawan yang mengeluhkan hal ini di social media.
Baca juga: Wajah Baru Maliboro yang Bebas Macet
Perjuangan Mengantri Tiket Bersama Aiman
Kami pun
segera mengisi perut sudah keroncongan, kebetulan banyak penjual makanan di
depan Benteng Vredeburg. Setelah makan, saya berencana kembali ke Stasiun Tugu.
Aiman yang lengket sama saya merengek untuk ikut, saya pun jadi tak tega
meninggalkannya. Mama Ivon pun juga kondisinya lagi hamil sehingga takut
kewalahan menjaga Aiman.
Dalam
perjalanan menuju Stasiun Tugu saya sempatkan mampir ke salah satu toko penjual
bakpia yang cukup popular di Yogyakarta. Para tukang becak dan andong mayoritas
membawa wisatawan ke sini, jika Anda sudah pernah ke Yogyakarta mungkin sudah
tahu toko yang saya maksud.
Ketika kami
tiba di Stasiun Tugu, antrian pemesan tiket Yogyakarta-Solo sangat padat.
Dengan agak susah saya menerobos kerumunan orang itu. Saya bertanya kepada
petugas dimana letak loket pemesan tiket Yogya-Solo. Dan saya harus gigit jari
karena baru mengantri satu menit, petugas loket mengumumkan jika tiketnya
habiss. Tentu saja semua calon penumpang kecewa dan menyorakinya. Bagaimana
mungkin tiket kereta jam 4 sudah habis padahal baru jam 3 lewat dikit. Itu
artinya tiket kereta ada yang dijual sebelum jam 3. Beberapa penumpang nyeletuk
jika petugas stasiun pasti curang, menjual tiket ke penumpang lain secara illegal.
Kereta
Yogyakarta-Solo tinggal satu kloter yaitu berangkat jam 18.00. Fiuh, saya
bernafas lega karena masih cukup waktunya. Tapi yang bikin gigit jari sekali
lagi adalah, kami harus menunggu satu jam lagi untuk memesannya. Duh Gusti,
bagaimana mungkin saya menunggu selama itu bersama balita yang superaktif ini
di dalam ruangan yang penuh dengan calon penumpang ini. Kalau mau balik juga
nggak mungkin. Akhirnya saya putuskan untuk menunggu.
Udara di
dalam ruang pemesanan tiket itu begitu panas, wajar karena puluhan orang
berkumpul jadi satu di ruangan yang tidak begitu luas. Keringat mulai membasahi
pakaian saya, apalagi Aiman yang gampang sekali berkeringat itu. Untunglah, ada
mbak-mbak baik hati yang mengajak Aiman bercanda. Penantian kami pun jadi terasa
lebih ringan, saya kagum sama Aiman juga mbak-mbak yang pintar merebut hati
Aiman. Mereka begitu cepat sekali akrab. Bahkan keakraban itu menular pada
teman si mbak-mbak. Semua ikut mengajak Aiman bercanda. Saya pun jadi terbantu
karena ada yang ikut ngemong Aiman. Rasanya legaaa banget ketika keluar dari
tempat pemesanan tiket dengan membawa dua tiket Yogyakarta-Solo di tangan. Saya
pun segera mencari ojek untuk membawa kami kembali ke Mama Ivon.
Perjalanan Yogyakarta-Solo yang Bikin Nyesek
Pukul setengah
enam malam kami sudah berangkat ke Stasiun Tugu agar tidak sampai ketinggalan
kereta. Rencana refresing kami di Yogyakarta pun jadi tidak maksimal karena
kami tidak jadi masuk ke Benteng Vredeburg, kami hanya duduk di deretan tempat
duduk yang tersedia di pinggir jalan. Sambil menghabiskan waktu menunggu senja.
Bawaan kami cukup banyak juga jadi tidak mungkin bagi kami untuk
berjalan-jalan. Jadinya kami bergantian menunggu barang. Meskipun begitu Mama
Ivon masih sempat membeli dua daster dan saya membeli satu stel kaus untuk
Aiman.
Setelah
menunggu sekitar setengah jam, kami pun bisa bernafas lega karena sudah berada
di dalam kereta tujuan Yogyakarta-Solo. Apalagi saat masuk ke dalam gerbong
sempat harus berjuangan dengan puluhan penumpang lainya. Bahkan saya dan Aim
sempat duduk terpisah dengan Mama Ivon karena berdesak-desakan dan berebut
tempat duduk. Karena saking terburu-burunya kami sampai tidak sempat membeli
makanan di Malioboro atau Stasiun Tugu. Akibatnya kami agak kelabakan ketika
Aim bilang kelaperan. Saya segera mencari-cari di dalam tas, kali aja ada kue
yang masih tersisa. Alhamdulillah masih ada sisa biskuit di dalam tas. Saya pun
tak lupa berpamitan kepada teman-teman blogger Yogyakarta dan tak lupa meminta
doa agar perjalanan pulang kami ke Malang berjalan lancar.
Ketika baru
berjalan sepuluh menit, kereta yang kami naiki berhenti. Saya tidak tahu
penyebabnya dan tidak mau memikirkannya karena lima menit kemudian kereta sudah
berjalan kembali. Tapi tak lama kemudian kereta berhenti lagi di sebuah stasiun
kecil, saya tidak tahu stasiun apa namanya. Saya pun jadi heran, termasuk juga
penumpang lainnya. Dan kali ini, kereta berhenti lebih lama dari pemberhentian
yang pertama.
Saya dan Mama
Ivon mulai kuatir karena kereta sudah berhenti hampir setengah jam namun tidak
ada tanda-tanda akan berjalan lagi. Di dalam gerbong tempat kami berada tidak
ada petugas KA yang bisa kami mintai keterangan. Jam di smartphone menunjukkan
pukul setengah tujuh malam. Perjalanan Yogyakarta-Solo diperkirakan memakan
waktu dua jam, itu artinya kami masih ada waktu untuk mengejar kereta
Solo-Malang di Stasiun Balapan Solo.
Kami semakin
cemas karena kereta tak kunjung berjalan kembali. Mama Ivon pun mulai senewen
sementara saya berusaha tetap tenang. Waktu terus beranjak hingga jam tujuh
kurang lima belas menit. Rasanya memang sudah tidak mungkin bagi kereta yang
sedang kami naiki ini untuk mengejar kereta Solo-Malang.
Tak beberapa
lama ada pemeriksaan tiket oleh para petugas kereta. Saya pun memanfaatkannya
untuk bertanya tentang masalah yang kami hadapi.
“Wah,
sekarang sudah tidak cukup waktunya buat ngejar kereta Solo-Malang Pak. Kenapa
Bapak tadi tidak naik kereta Prameks? Kalau naik kereta jarak pendek, apalagi
yang kereta terakhir sering berhenti sebab memberi kesempatan pada kereta
prameks dan jarak jauh.”
“Trus, kalau
kejadian seperti ini apakah tiket kami hangus? Kan ini bukan kesalahan kami
Pak?”
Kami hanya
bisa pasrah dengan kesialan yang menimpa perjalanan pulang ini. Air mata
menetes dari kedua mata Mama Ivon. Dia takut nanti tidak akan mendapatkan
kereta pengganti. Saya berusaha tenang dan menghibur Mama Ivon. Dalam pikiran
saya, kalau memang tidak mendapatkan kereta pengganti maka kami akan menginap dulu
di Solo dan baru mencari kereta pengganti atau armada transportasi lainnya esok
paginya.
Dari sekian
drama yang pernah kami alami ketika traveling, baru kali ini kami mengalami
kejadian yang benar-benar bikin nyesek, baik di hati maupun dompet he he he.
Akankah kami mendapatkan kereta pengganti malam itu juga? Atau terpaksa harus
menginap lagi di Solo dan melanjutkan perjalanan esok hari? Temukan jawabannya
di tulisan selanjutnya.
Puk puk. Sedih banget bayanginnya. Tapi untung aja ada mbak2 baik hati yang bercandain Aiman. Smg dapat pengganti rezekinya ya.
ReplyDeleteIya Mbak Diba, nggak kebayang kalo Aim rewel trus minta balik lagi ke Mamanya. Bisa-bisa ga dapat tiket balik ke Solo.
DeleteAlhamdulillah udah dapat penggantinya kok.
Kecewa dan mungkin pakai sakit hati juga ya kalau ketinggalan begini :)
ReplyDeleteAku lihat mbak Andrie ketinggalan pesawat waktu hendak ke Lampung saja sampe gemes, apalagi kalau mengalami sendiri.
Setelah pengalaman ketinggalan kereta ini, merasa kapok ga Wan naik kereta lagi? :D
Iya Mbak, Ivon aja yang biasanya lebih tegar sampai nangis.
DeleteHaduuuh jangan sampai ya ngalamin ketinggal pesawat, bisa nangis garuk-garuk lantai bandara :-0
Alhamdulillah nggak kapok sebab kalau perjalanan jauh naik kereta aku nggak mabok. Trus dari segi kenyamanan juga lebih terjamin daripada naik bus.
Duuh emang bener nyesel buat dua-duanya. Aku malah lebih parah ketinggalan pesawat dua kali dalam satu penerbangan pulang ke Batam.
ReplyDeleteOmaigott, kok bisa Teh Lina? Ceritain dong. Duh jangan sampai terulang lagi yaa.
DeleteSemua ada hikmahnya, kalau kata org bijak bilang hehe. Asal ikhlas insyaallah gak nyesek, tapi lain kali jangan terulang lagi, ya, ketinggalan keretanya hehe
ReplyDeleteSusaah Pril untuk nggak nyesek pada awalnya tapi sekarang jadi bahan buat cerita ke anak cucu he3
DeleteHikmahnya, bepergian paling nyaman saat tidak peak season ya mas.. Justru bisa jadi cerita ya...
ReplyDeleteIya betul sekali Mbak Ima, kapok wes bepergian saat musim liburan.
DeletePuk puk mas Aim
ReplyDeleteAkhirnya launching juga nih kisah ketinggalan kereta
*nunggu lanjutannya*
Iya Mbak sebenarnya nulisnya ini udah lama tapi ga kelar-kelar.
DeleteHihihi oke ntar saya lanjut.
Y allah sedihnya..kalau aq adanya pengalaman tas dibongkar di Bandara 2x dan bayar bagasi lebih sekilo doang tp lumayan kena chargenya..
ReplyDeleteWah kenapa ampe dibongkar 2 kali Mbak? Wiih emang kudu hati-hati di bandara.
Deletepastinya sebel banget mas, kereta saya belum pernah ketinggalan sih, terakhir saya naik kereta ke solo puasa tahun lalu.
ReplyDeletekalau ketinggalan pesawat saya pernah dua kali. Lion sama Citilink.
Sebel bin kesel Mas he3
DeleteBagi ceritanya Mas kok bisa ketinggalan pesawat, kan seharusnya 1 jam sebelum keberangkatan harus sudah standy by di bandara.
wahhhhh, pastinya sedih banget tuuh...
ReplyDeletesabar yah, hahaha
Iya tapi sekarang udah ga sedih kok Mbak.
DeleteSudah sudah sabar, puk puk
ReplyDeleteMertuaki
Hihihi apa artinya mertuaki Wit?
Deletehangus ?
ReplyDeleteyahhhhh
aku pernah ketinggalan juga, tp ketinggalan bus, dan sakitnya tuh di sini *nunjuk kantong
Woh jadinya gimana, Mas? *penasaran
ReplyDeleteAlhamdulillah belum pernah ketinggalan kereta. Kalau berangkat mepet sih sering. HIhi. Pernah sekali ketinggalan pesawat. Nyeseknyaaaaa
pasti bikin nyesek. Nyesek di dompet yg paling sebel, hahaha. Kalau pas ga ada duit lebihan gawat banget ya :(
ReplyDeleteSabar mas.... Sabar mas... Sabar mas.... Sabar mas.... Sabar mas....
ReplyDeletesenasib sama saya ...saya juga ktinggalan kereta dari jogja mau ke gambir...tiketnya hangus ga bisa di tukerin trnyata...ngenes bgt...kepaksa bli tiket eksekutif..pertama naik kereta api udh ketinggalan..ambil hikmahnya aja dah..kalau di pikirin pusing
ReplyDeleteAku sering banget ketinggalan kereta, dan itu rasanya sesuatuuuuu
ReplyDeleteIya wan, kreta jaka pendek sering berhenti. Selama ini, aku klo naik kreta atau pesawat waktunya aku lebihkan, lebih baik nunggu daripaa ketinggalan.
ReplyDeleteGpp, ambik hikmah. Jadi belajar lagi. ntar nulis tips naik kreta.
ketinggalan kereta memang menyedihkan..
ReplyDeletebiar nggak ketinggalan kereta ... setengah jam sebelum jadwal maunya udah sampai stasiun
ReplyDeleteBentar, itu kereta solo-malangnya malioboro ekspres bukan? Kalau iya, padahal bsa naik dri tugu jogja lho. Karena kereta tsb rute aslinya jogja-malang pp dngn pemberangkatan awal dri st. Tugu..
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete