Sinar mentari yang hangat menyambut kedatangan rombongan tour kami di Changi International Airport, salah satu bandara internasional tersibuk di dunia. Ini adalah kali pertama saya melancong ke Singapura, berbagai macam perasaan campur aduk di dalam diri ini.
Ada rasa senang karena impian lama saya akhirnya terwujud, takjub melihat Singapura yang begitu modern dan megah tapi juga sedikit grogi karena prosedur imigrasi di Singapura yang terbilang cukup ketat.
Ditahan di Imigrasi
Sambil menunggu antrian di imigrasi
yang cukup panjang, saya membaca beberapa brosur tourism guide di Singapura. Patung Singa Laut Merlion menjadi objek
wisata utama yang tak boleh dilewatkan, sampai-sampai ada ungkapan: jangan
mengaku pernah ke Singapura kalau belum berfoto di Patung Merlion.
“First
time to Singapore?” tanya petugas imigrasi keturunan India yang memeriksa
paspor saya dengan ramah. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang cukup
sangar, rambut jabrik dan berkacamata gelap layaknya inspekstur polisi di
film-film India.
“Yes,”
jawab saya sambil tersenyum padanya.
“Okey,
enjoy your travelling,” ujarnya sambil mengembalikan paspor saya yang sudah
distempel.
Saya mengucapkan terimakasih dan
berlalu dengan perasaan lega.
Beberapa anggota rombongan ternyata
ada yang ditahan paspornya dan diinterogasi sebentar karena beberapa sebab,
mulai dari nama yang hanya terdiri satu suku kata, nama yang berbau-bau Islam
hingga penampilan yang dihubungkan dengan teroris yaitu berjenggot. Pihak travel
sebenarnya sudah memberikan himbauan pada kami untuk menepis kecurigaan
imigrasi maka bagi peserta tour yang berjambang atau berjenggot untuk
mencukurnya sebelum berangkat ke Singapura.
Melesat bersama MRT
Bus yang membawa kami dari Bandara
Changi melaju dengan cepat di atas jalan aspal yang mulus menuju restoran untuk
sarapan pagi. Sepanjang perjalanan itu saya dibuat terpesona dengan infrastruktur
kota Singapura yang begitu tertata dengan rapi, gedung-gedung bertingkat
berdiri menjulang gagah di kanan-kiri jalan. Di antara gedung-gedung itu ada
pohon-pohon besar yang tampak dirawat dengan sangat baik. Menurut guide lokal
kami, saat penanaman pohon-pohon itu akarnya sudah diberi pembatas beton
sehingga ketika pohon itu tumbuh besar akarnya akan tumbuh ke bawah tidak
sampai menonjol dan merusak jalan di atasnya.
Selesai sarapan kami menuju Orchid
Road. Tujuan kami ke sana bukan untuk shopping
di kawasan belanja elite tersebut melainkan menuju stasiun MRT yang ada di dalam
salah satu mall di sana. Ya, pemerintah Singapura memang telah mengatur dengan
sedemikian rupa agar masyarakat di sana lebih senang menggunakan fasilitas
transportasi umum, salah satunya adalah dengan menempatkan stasiun MRT di dalam
beberapa mall. Hal ini tentu sangat memanjakan para fashionista, tak perlu kuatir capek dan kepanasan di jalan, tinggal
naik MRT dari satu mall satu ke mall yang lain.
Eskalator yang kami naiki membawa
kami turun hingga kedalaman 40 meter di bawah permukaan air laut. Terhitung ada
tiga lantai yang kami lewati, dua lantai bawah tanah pertama masih berupa mall,
baru di lantai paling bawah kami sudah masuk di area stasiun MRT. Berbeda
dengan keadaan jalan raya Singapura yang cukup lengang, di stasiun bawah tanah
yang luas ini begitu banyak orang yang lalu-lalang dan keluar masuk dari MRT.
Salah satu hal yang saya perhatikan, hampir semua penduduk Singapura terbiasa
berjalan cepat bahkan mereka tak segan berlarian agar tidak ketinggalan MRT.
Untuk menggunakan MRT kita harus membeli kartu MRT perdana yang dipergunakan
seterusnya dan bisa diisi ulang jika ‘pulsa’nya habis. Kami sendiri menggunakan
kartu EZ link 12 SGD yang berisi ‘pulsa’ MRT sebesar 7 SGD. Kartu itu nanti
tinggal digesek di pintu masuk dan ‘pulsa’nya akan berkurang sesuai jarak yang
kita tempuh. Kereta MRT melesat dengan kecepatan penuh membawa kami ke Clarke
Quay MRT. Penumpangnya cukup padat saat itu sehingga banyak di antara anggota
tour kami tak kebagian tempat duduk dan harus berdiri di dalam MRT.
Singapore River Cruise
Tak butuh waktu lama bagi kami
untuk sampai di tujuan. Stasiun tempat kami turun juga berada di dalam mall,
namanya The Central Mall. Nah, di belakang mall inilah tujuan utama kami yaitu Singapore River Cruise. Menurut cerita
guide lokal kami, wahana Singapore River
Cruise ini tercipta karena obsesi Singapore untuk meniru Venezia yang
terkenal dengan wisata gondolanya.
Untuk naik cruise yang ukurannya sekitar 3x5 meter ini kita diharuskan membeli
tiketnya seharga 15 SGD untuk dewasa dan 9 SGD untuk anak-anak. Di dalam cruise penumpang duduk di kursi kayu
panjang yang terletak di sisi kanan dan kiri. Berbeda dengan perahu biasa yang
suara mesinnya begitu bising, mesin yang dipakai cruise ini hampir tak bersuara sehingga saat berjalan suasananya
tenang. Kondisi air di Singapore River
memang tidak bisa dibilang jernih, warnanya coklat keruh namun bersih dari
sampah-sampah sehingga tidak menimbulkan bau seperti di sungai-sungai
Indonesia. Permukaan air sungai yang kami lewati tidak menimbulkan gelombang besar
sehingga kami bisa lebih nyaman menikmati pemandangan di sepanjang Singapore River. Dari segi keamanan juga
tak perlu khawatir karena di bawah tempat duduk sudah disediakan pelampung.
Di dalam cruise ada siaran televisi yang akan menjelaskan kepada para
penumpang tentang sejarah Singapura dan objek-objek yang dilewati di sepanjang
perjalanan seperti Patung Merlion, Esplanade, Museum Art and Science hingga
Marina Bay Sands. Oh iya, para penumpang dilarang membawa makanan dan minuman ke
dalam perahu. Mungkin ini salah satu upaya mencegah penumpang membuang sampah
sembarangan ke sungai sehingga kebersihannya tetap terjaga.
Karena merasa kurang puas menikmati
pemandangan dari kursi, saya memilih untuk pindah ke bagian dek cruise yang terbuka. Untung penumpang
yang sudah berada di dek sebelumnya mau bergantian sehingga saya mendapatkan
tempat duduk. Sambil memotret objek-objek menarik di sepanjang sungai, saya
membayangkan seandainya pemerintah dan masyarakat Indonesia mau meniru
kedisiplinan Singapura dalam menjaga kebersihan sungainya mungkin kita juga
bisa mempunyai wahana wisata sungai di dalam kota. Apalagi jika dibandingkan
dengan Singapura, negara kita mempunyai banyak sekali sungai di tiap propinsi
yang tentunya mempunyai ciri khas dan keunikan masing-masing.
Cruise yang saya naiki akhirnya sampai di kawasan Patung Merlion, semua penumpang langsung mengarahkan kameranya masing-masing untuk mengabadikan landmark Singapura tersebut. Nahkoda memperlambat laju cruise untuk memberi kesempatan bagi kami untuk berfoto selfie dengan latar belakang Merlion sebagai bukti kalau sudah menginjakkan kaki di Negara Singa Laut.
Setelah itu cruise melaju lagi menuju tujuan akhir yaitu Marina Bay Sands.
Di sinilah kita bisa melihat landscape kota Singapura yang modern dan metropolis dimana di tepian sungai berdiri gedung-gedung yang tinggi menjulang dan megah, membuat kami para penumpang makin kagum dan merasa puas karena telah diajak menikmati Singapura dari sisi yang lain.
asiknyaaa jalan-jalaaan waan....wah pengen juga nyobain cruisenya...
ReplyDeleteIya Mbak, apalagi ini jalan-jalan gratisan, asiknya dobel he3
ReplyDeletecoba aja Mbak, seru dan tak terlupakan.
Wuiihh seruuu. Pasti masih ada yang dapat digali dari perjalanan ke Singapura. Ditunggu ulasan lainnya Wan :D
ReplyDelete#komenke3
Akhirnya bisa masuk, tadi komenmu masuk di emailku folder email utama dulu Yan. Nggak tahu kenapa gitu ya, padahal yang lain masuk di folder social.
DeleteMasih ada satu sih, tentang Orchid Graden. Nanti aku posting lagi.
Iiiih..., gak mampir ke Batam.. padahal kan cuma 45 menit nyebrangnya.. :)
ReplyDeleteAku belum nyoba nih naik cruise di Singapur.. dulu jaman masih tinggal di sana, selalunya cari wisata yang free entrance.. hahahaha.. expat kere :D
Nggak bisa Dee sebab ini kan rekreasi kantor, udah diatur ama travelnya. Sedangkan kami menginapnya di Malaysia sebab cari hotel yang lebih murah :D
DeleteWekkeke nggak apa-apa Dee yang penting udah pernah ngerasain tinggal di Singapura, keren itu.