“Terimakasih kepada Perpustakaan UB, karyawan dan
pengelolanya yang sudah bekerja keras dan melayani kami. Saya sebagai mahasiswa
difabel (tuna rungu) berharap lingkungan perpus ini ramah, ada akses khusus
untuk disabilitas, melayani kami para difabel dengan baik. Saya berharap perpus
ini ada fasilitas yang lengkap untuk mahasiswa/i disabilitas. Kami tidak perlu
dikasihani tetapi kami ingin diberi kesempatan. Terimakasih banyak.”
Begitulah
bunyi testimoni yang ditulis oleh Siti Nur Lathifah, mahasiswi FIB Jurusan Seni
Rupa dalam Lomba Testimoni yang diadakan oleh Perpustakaan Pusat UB di event
Open House Perpustakaan dalam rangka meramaikan Dies Natalis UB ke 52.
Testimoninya yang jujur itu berhasil menyentuh hati dewan juri sehingga
terpilih sebagai juara pertama.
Keberadaan
mahasiswa/i yang difabel di Universitas Brawijaya memang bukan hal yang baru
lagi. Pada tanggal 19 Maret 2012 UB mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas
Universitas Brawijaya (PSLD UB) yaitu sebuah
lembaga yang berfungsi sebagai pusat penelitian tentang isu-isu disabilitas dan
pemberian layanan bagi penyandang disabilitas di Universitas Brawijaya.
Pendirian PSLD UB dilatar
belakangi oleh kenyataan di Indonesia bahwa tidak adanya kesempatan bagi
penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Padahal hak pendidikan
non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas dilindungi oleh Undang-Undang dan
Konvensi Internasional.
Terbatasnya
kesempatan bagi penyandang disabilitas menimbulkan beberapa akibat antara lain
jumlah penyandang disabilitas yang mempunyai ijasah S1 di Indonesia kurang dari
satu persen. Selain itu kaum difabel menjadi tidak mempunyai banyak pilihan di
dalam dunia kerja misalnya penyandang tuna netra kebanyakan menjadi tukang
pijat atau pengamen. Bahkan yang lebih menyedihkan mereka yang tak mendapat
pekerjaan akhirnya menjadi beban bagi keluarganya atau mengemis.
Langkah-langkah
konkrit yang dilakukan UB melalui PSLD demi memberi kesempatan bagi kaum disable
adalah dengan membuka seleksi masuk untuk penyandang disabilitas, yaitu Seleksi
Program Khusus Penyandang Disabilitas (SPKPD) sejak tahun 2012. Hal ini menjadikan
UB sebagai pelopor kampus inklusif di Indonesia. Dari program SPKPD ini UB
berhasil menjaring para remaja difabel yang mempunyai minat dan keinginan yang
besar untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dari tahun ke tahun
jumlahnya mengalami peningkatan.
Dan yang
membanggakan adalah para mahasiswa difabel ini ternyata mampu berprestasi baik
secara akademik maupun non akademik. Sebagai contoh Fikri
Muhandis mahasiswa tuna
rungu asal Bantul Yogyakarta yang mengambil jurusan seni rupa angkatan 2012, dia meraih IPK 3,75 di semester
pertama. Lalu di bidang non akademis ada Yohanna Febrianti Hera, mahasiswi tuna
netra angkatan 2012 yang berhasil menjadi finalis ajang pencarian bakat
X-Factor 2013 dan Siti Nur Lathifah, mahasiswi tuna rungu yang mempunyai
prestasi di dunia modeling dan pernah diundang tampil di acara Kick Andy dengan
tema: Keterbatasan Bukan Halangan.
Yohanna X-Factor |
Perpustakaan
Pusat UB sebagai jantung dari Universitas Brawijaya tentu sangat mendukung
keputusan penerimaan penyandang disabilitas di kampus biru. Namun saya sebagai
staff di Perpus UB mengakui bahwa kami belum mampu memberikan pelayanan dan fasilitas
yang memadai bagi para mahasiswa difabel. Satu-satunya fasilitas di Perpus UB
yang ramah terhadap mahasiswa difabel adalah tangga tak berundak yang selama
ini dipakai sebagai jalan naik bagi kereta buku jika listrik padam. Tangga itu
cocok bagi pengunjung yang memakai kursi roda. Namun sayang sudut kemiringannya
terlalu curam sehingga agak menyulitkan ketika naik dan membahayakan saat
turun.
Kebetulan
saya bekerja di bagian pelayanan, tepatnya di bagian sirkulasi yang melayani
peminjaman dan pengembalian buku. Pernah suatu hari ada seorang mahasiswa yang
hendak meminjam buku, seperti biasa saya pun meminta KTM terlebih dahulu. Namun
yang terjadi, mahasiswa tersebut malah nampak kebingungan dan menyahut dengan
suara yang tidak bisa saya mengerti. Barulah saya menyadari kalau saya sedang
melayani seorang mahasiswa tuna rungu. Akhirnya saya pun melayaninya dengan
bahasa isyarat yang bisa dia mengerti.
Lalu apakah
yang harus dilakukan oleh Perpus UB untuk mendukung UB sebagai kampus inklusif?
Jawabannya hanya satu yaitu menjadi perpustakaan inklusif. Untuk menjadi
perpustakaan inklusif maka Perpus UB harus mulai membenahi diri baik itu secara
fisik maupun dalam hal pelayanan.
Secara
fisik Perpus UB harus menyediakan fasilitas-fasilitas bagi pengunjung difabel.
Adapun fasilitas bagi pengunjung difabel antara lain:
1.
Tangga
Tak Berundak bagi pengunjung tuna daksa, fasilitas ini akan membantu mereka
naik ke lantai dua atau menjangkau ruangan-ruangan tertentu di perpustakaan
yang mempunyai ketinggian berbeda.
2.
Koleksi
buku Braille dan buku Audio. Buku Braille adalah buku-buku yang ditulis dengan
huruf Braille, sedangkan buku Audio adalah rekaman teks buku atau bahan
tertulis lainnya yang dibacakan oleh seorang atau sekelompok orang penyuara.
Kedua jenis buku ini diperuntukkan bagi pengunjung tuna netra.
3.
Koleksi
Audiovisual. Koleksi ini berupa film-film yang disertai dengan bahasa isyarat
yang diperuntukkan bagi pengunjung tuna rungu dan tuna wicara.
4.
Toilet
Difabel.
Semua
koleksi untuk pengunjung difabel di atas nantinya akan ditempatkan di ruang
khusus yang dinamakan Difabel Corner.
Dengan adanya ruang Difabel Corner ini maka para mahasiswa/i difabel akan
mempunyai tempat yang nyaman bagi mereka mencari bahan literasi dan belajar
bersama.
Sedangkan
dari segi layanan maka Perpus UB harus mampu memberikan pelayanan yang ramah
dan bersahabat bagi pengunjung difabel. Setiap staf harus mempunyai kepedulian
dan empati kepada para pengujung yang mengalami disabilitas. Selain itu Perpus
UB bisa memberikan pelatihan tentang bahasa isyarat bagi para stafnya yang
berada di bagian pelayanan atau merekrut staf khusus yang menguasai bahasa
isyarat.
Sebenarnya
tugas Perpus UB dalam melayani pengunjung difabel selama ini sudah diringankan
oleh para volunteer dari PSLD UB.
Para volunteer ini bertugas
mendampingi dan membantu para mahasiswa difabel dalam menjalani hari-hari
mereka selama menempuh pendidikan di UB.
Selain
PSLD, di UB kini juga telah muncul sebuah organisasi yang didirikan oleh para
mahasiswa difabel dan non difabel yang tertarik dan peduli pada isu-isu
disabilitas yaitu Forum Mahasiswa Peduli Inklusi atau disingkat menjadi FORMAPI.
Organisasi ini merupakan wadah bagi para mahasiswa difabel untuk mengembangkan
diri. Hal ini patut kita dukung dan banggakan karena dengan berdirinya FORMAPI
menunjukkan bahwa para mahasiswa difabel tersebut mempunyai kemauan untuk
mandiri, tidak selamanya bergantung kepada orang lain.
Akhir kata,
semoga penyebutan UB sebagai kampus inklusif tidak hanya sekedar lips service belaka namun harus
diwujudkan melalu berbagai macam aksi dan tindakan yang membantu para mahasiswa
difabel. Mari kita bantu saudara-saudara kita tersebut untuk bisa mengenyam
pendidikan S1 seperti kita yang non difabel. Karena mereka juga putra dan putri
Indonesia yang berhak atas kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan kesamaan
hak dan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Referensi dan sumber foto:
http://psld.ub.ac.id/?p=666
http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_audio
http://id.wikipedia.org/wiki/Braille
http://ericha-wardhani.blogspot.com/2012/04/fasilitas-pendidikan-anak-tunarungu-di.html
https://andreanusabadi.wordpress.com/2013/11/04/setahun-menjadi-volunteer-di-pusat-studi-dan-layanan-disabilitas-universitas-brawijaya-psld-ub-malang/
http://prasetya.ub.ac.id/berita/Yohanna-Sang-Dewi-X-Factor-Indonesia-12553-id.html
http://edukasi.kompas.com/read/2014/03/05/1800422/Lathifah.Penyandang.Tunarungu.yang.Menjadi.Model.Cantik.dan.Peraih.Beasiswa
itu yang diatas sopo wan? cantik beud euy
ReplyDelete#teralihkan
Ya dia itu Siti Nur Lathifah, model tunarungu yang berprestasi.
DeleteSemoga perpustakaan UB bisa menjadi perpustakaan yang nyaman bagi penyandang disabilitas. Ternyata fasilitas yang dibutuhkan bagi pengunjung difabel, sepertinya cukup jarang dijumpai. Tentunya empati yang paling penting bagi pengunjung disabilitas, mereka juga ingin diperlakukan sama seperti orang biasa, dan pengunjung disabilitas harus diberi perhatian lebih. Mas, saya yang ketemu pas selesai acara festival saya suka baca. Keren mas blognya, saya juga suka warna biru :)
ReplyDeleteAamiin, semoga Perpus UB bisa membenahi diri guna memberikan pelayanan yang ramah pada semua pengguna dari semua kalangan.
DeleteOh Mas Aldi ya, nggak nyangka bisa ketemu di blog.
Cakep yaaa *losefocus hihihi.
ReplyDeleteYang X-Factor kayak pernah lihat, cuma lupa-lupa inget >.<
Iya cantik tapi saying udah punya pacar Yan :P
DeleteYohanna masuk babak spektakuler tapi harus pulang di awal-awal kompetisi.