Tulisan kedua dari Serial Jelajah
Jakarta
Preview:
Kehadiran
perpustakaan di tengah-tengah masyarakat sangatlah penting karena merupakan
sumber ilmu pengetahuan dan informasi. Jika dulu perpustakaan identik dengan
kesan yang tidak menarik seperti buku-buku jadul, bangunan tua yang pengap dan
petugas yang ketus maka sekarang hal itu sudah mulai diperbaiki. Para pengelola
perpustakaan berlomba-lomba mengubah wajah perpustakaan agar lebih menarik dan
menyenangkan bagi para pengunjungnya. Salah satu yang melakukannya adalah
Perpustakaan Mahkamah Konstitusi.
Sebagai salah
satu rangkain dari acara Diklat Manajemen Perpustakaan yang diadakan oleh
Perpusnas RI, maka sehari sebelum diklat berakhir para peserta diajak studi
banding ke Perpustakaan Mahkamah Konstitusi. Setelah selesai sarapan, kami
berangkat dari tempat diklat kami yaitu Hotel Grand City dengan menaiki bus
menuju Mahkamah Konsitusi yang berada di Jl. Merdeka Barat 6, Jakarta 10110.
Begitu tiba di
depan Mahkamah Konstitusi saya langsung dibuat terkagum-kagum dengan gedungnya
yang berdiri dengan megah, pilar-pilarnya yang tinggi menjulang mengingatkan
saya pada arsitektur istana di Yunani. Tak hanya saya, para peserta diklat yang
lain juga kagum melihat arsitektur gedung Mahkamah Konstitusi. Kami pun lalu
berfoto bersama di depan gedung megah tersebut, walaupun sebagian peserta
usianya sudah paruh baya namun untuk urusan narsis tidak kalah dengan yang
muda-muda.
Oleh salah
satu perwakilan dari Mahkamah Konstitusi kami diajak masuk lewat bagian tengah
gedung yang ternyata ada semacam lorong. Kami lalu memasuki sebuah ruang
pertemuan dimana pejabat dan kepala Perpustakaan Mahkamah Konsitusi sudah
menunggu kami. Sebelum memasuki ruang pertemuan kami diperiksa dengan ketat dan
melewati pintu metal detector. Berasa sedikit tegang juga karena ketika kami
sedang antri diperiksa nampak beberapa petugas dari kepolisian standby di beberapa sudut ruangan
lengkap dengan senapan di bahunya.
Saya lupa
siapa saja nama pejabat yang menyambut rombongan studi tour kami waktu itu,
yang pasti mereka menyambut baik rombongan kami. Mereka menjelaskan tentang
profil Mahkamah Konstitusi, mulai dari tugas hingga yang utama adalah membahas
tentang perpustakaan yang ada di sana. Selain itu disediakan juga waktu untuk
sesi tanya jawab barulah kemudian kami diajak menuju ruangan perpustakaan yang
ada di lantai tujuh atau delapan kalau nggak salah. Harap maklum kalau banyak
lupanya sebab sudah enam bulan berlalu dan baru sekarang sempat menuliskannya.
Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi hanya memiliki satu ruangan namun fasilitas di dalamnya
sangat lengkap, interior dan penataan ruangannya juga menarik. Buku-buku ditata
di rak minimalis yang modern sedangkan lantainya ditutup dengan karpet yang
terasa empuk sekali saat diinjak. Adapun fasilitas yang ada di Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi antara lain ruang koleksi, ruang baca dan ruang multimedia.
Untuk melakukan penelusuran koleksi, pengunjung perpustakaan bisa melakukannya
melalui OPAC (Online Public Access Catalogue) yang terinstall di beberapa
komputer dan monitor raksasa yang dipasang
di beberapa sudut ruangan.
Bagi para
peminjam buku juga bisa melakukan pengembalian mandiri melalui drop box yang diletakkan di luar ruangan
perpustakaan sehingga mereka tetap bisa mengembalikan buku meski perpustakaan
tutup/libur.
Dari ruangan
perpustakaan kami lalu diajak menuju Museum Mahkamah Konstitusi yang keren dan
canggih abies. Kami mendapat kehormatan untuk menjadi pengunjung pertama karena
waktu itu museumnya baru akan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada bulan
Desember 2014. Di dalam Museum Mahkamah Konstitusi kita bisa melihat diorama
sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan awal mula berdirinya Mahkamah
Konstitusi.
Diorama yang
ada di sini tidak hanya berupa diorama klasik berupa patung namun ada diorama
audio visual yang ditampilkan di big
screen yang ada di beberapa ruangan.
Lalu ada juga diorama hologram suasana proklamasi kemerdekaan RI dimana kita
seolah-olah bisa melihat wujud Presiden Soekarno saat membacakan teks
proklamasi.
Selain diorama
kita juga bisa melihat koleksi benda-benda yang berkaitan dengan sejarah bangsa
dan pendirian MK. Misalnya ada telepon seluler milik Jimly Asshiddiqie yang
pernah dipergunakan sebagai alamat kantor MK pada masa awal pendirian, lalu ada
juga tas koper milik Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi yang dipergunakan
sebagai kotak suara saat pemilikan ketua dan wakil MK pertama kali.
Lalu ada
juga games yang bisa dimainkan oleh para pengunjung, gamesnya berisi pertanyaan
seputar sejarah Indonesia dan MK. Trus juga ada bioskop mini yang memutar film documenter
sejarah kemerdekaan Indonesia.
Saya
benar-benar kagum melihat Museum Mahkamah Konstitusi yang lengkap dan modern
itu, saya punya impian kelak di Perpustakaan Universitas Brawijaya juga ada
fasilitas serupa. Nantinya di museum tersebut akan berisi segala hal yang
berkaitan dengan sejarah berdirinya Universitas Brawijaya dan Perpustakaan
Universitas Brawijaya. Tentu hal ini akan sangat berguna sekali baik bagi UB
sendiri maupun masyarakat luas. Dengan demikian Perpustakaan Brawijaya akan
mempunyai nilai lebih dimana tidak hanya berfungsi sebagai sumber ilmu dan
informasi namun juga sebagai sarana rekreatif bagi para pengunjungnya.
Tak terasa
waktu berkunjung kami di Perpustakaan Mahkamah Konstitusi habis, kami harus
segera kembali ke hotel untuk melaksanakan kegiatan terakhir yaitu seminar. Di
dalam lift menuju lantai dasar saya iseng mengajak teman-teman diklat untuk groufie. Senyum cerah mengembang di wajah kami, secerah
mimpi dan harapan kami untuk megembangkan perpustakaan tempat kami mengabdi di
daerah masing-masing.
Wow modern banget ya. Pake monitor raksasa pula. Keren!
ReplyDeleteMonitor segeda gitu mantap ya...... Kalau game sejarah kayaknya score ku kurang :) Ngantuk dudlu waktu pelajaran sejarah
ReplyDelete