Pagi yang cerah di halaman salah
satu rumah di Desa Gugur, Matesih tampak seorang calon professor sedang
meratakan butiran biji padi yang berwarna coklat. Bersama buyut tercinta, sang
calon professor nan aktif itu menjemur padi hasil panen. Dengan tangan mungilnya
yang lucu, dia terus meratakan butiran padi itu agar terjemur sempurna.
Antusiasme, pertanda rasa ingin tahu yang besar tergambar jelas di wajahnya.
Bola matanya berbinar-binar dan senyumnya tak berhenti mengembang. Itulah salah
satu kegiatan Aiman ketika liburan ke buyut tercintanya, Mbah Kinah di Solo.
Di malam hari, suara canda dan tawa
Aiman menghidupkan suasana di rumah besar tersebut. Biasanya Mbah Kinah hanya
seorang diri di rumah, ditemani suara musik dari DVD kesayangan yang terus menyala hingga hari berganti pagi.
Sebenarnya Mbah Kinah mempunyai tiga orang anak, namun kini semua sudah tinggal
jauh darinya. Yang bungsu tinggal di Jakarta, nomer dua di Bandung dan yang
pertama di Blitar. Anak yang pertama dan satu-satunya wanita itu adalah nenek
Aiman.
Alhamdulillah meskipun usianya sudah
lanjut namun Mbah Kinah tetap kuat bekerja di sawah, mencari kayu di hutan dan
memelihara kambing dan ayam di rumahnya. Meski zaman sudah modern namun Mbah
Kinah tetap memasak menggunakan kayu bakar karena takut bila menggunakan kompor
gas. Itulah sebabnya mengapa beliau rutin mencari kayu dan ranting pohon di
hutan. Tahun yang lalu Mbah Kinah sempat terkena darah tinggi namun syukurlah
setelah berobat ke dokter sudah sehat kembali. Rambut yang memutih, keriput di
wajah, kulit tangan dan kaki yang kasar, itu semua menggambarkan kerasnya
perjuangan hidup yang telah beliau alami. Walaupun begitu, senyum yang tulus
tak pernah hilang dari wajahnya yang bersahaja.
Dulu ketika Aiman baru lahir, Mbah
Kinah dengan ditemani anak keduanya rela menempuh perjalanan yang jauh
Solo-Malang demi melihat buyutnya tersebut. Pertemuan kedua Aim dan Mbah Kinah
terjadi ketika adik ipar saya menikah. Meskipun hanya dua kali bersua dan
waktunya singkat, namun ikatan batin di antara mereka berdua tetap terjaga.
Selama dua hari dua malam di
Matesih, Aim lengket dengan Mbah Kinah. Aim selalu ingin ikut kemanapun Mbah
Kinah pergi, menemani setiap aktivitasnya. Mulai dari menyapu halaman, menjemur
padi, menyiram tanaman hingga mencari rumput dan ranting pohon di hutan.
Lihatlah bagaimana Aim beraksi dengan sapu sakti membersihkan semua kotoran dan dedaunan di halaman rumah Mbah Kinah.
Alhamdulillah meski rumah Mbah Kinah
terletak di desa yang terpencil, rumahnya berada di ujung sendiri berdampingan
dengan ladang dan hutan yang lebat namun Aim betah dan menikmatinya. Mungkin
karena sejak kecil Aim sudah terbiasa mudik ke Blitar yang suasananya tak
berbeda jauh dengan di Matesih sehingga mudah sekali baginya untuk beradaptasi.
Sempat kami berwacana jika nanti saya kuliah di Yogyakarta, nanti Mama Ivon dan
Aim akan tinggal barang sebulan di Matesih menemani Mbah Kinah. Namun sayang
hal itu takkan terwujud sebab tugas belajar saya dibatalkan.
Sayang kami tak bisa berlama-lama di
rumah Mbah Kinah. Di hari terakhir kami di sana, Mbah Kinah melepas kepergian
kami dengan berurai air mata. Beliau menciumi Aim dengan penuh kasih sayang,
pun demikian Aim seperti masih ingin lebih lama bersama beliau. Saya jadi
terharu melihatnya.
Maafkan kami ya Mbah tidak bisa
menemanimu lebih lama lagi. Semoga Allah SWT selalu memberimu kesehatan dan
menjagamu siang dan malam. Semoga nanti kita bisa bertemu lagi dalam suasana
penuh kehangatan dan kebahagiaan. Cerita liburan kami selama dua hari dua malam kemarin
akan terpatri indah di relung hati dan jiwa kami sebagai kenangan indah yang
takkan terlupakan, aamiin.
Lucu liat Aim nyapu-nyapu gitu :) gayanya meyakinkan hahaha
ReplyDeleteItu (niatnya) nyapu beneran Om, bukan gaya-gayaan :P
DeleteIya kalo Papa Mama tuh sukanya gaya depan kamera.
Mbrebes mili..
ReplyDeleteJadi kangen mbah, makasih papa udah mau menemani jenguk mbah meski jalannya berliku-liku dan jauh dari kota :)
Aiman bisa jadi anak segala tempat, kota iya, desa/pengunungan pun iya ^_^
Semoga mbah sehat selalu dan bisa menjenguknya lagi lebih lama aamiin
Kalau ingat pas pamitan itu jadi sedih, kasihan Mbah Kinah sendiri lagi. Semoga salah satu paklek bisa segera mau menemani di sana.
DeleteSuka liat aktifitas Aim bersama mbah Kinah
ReplyDeleteBerapa usia beliau? Tampak masih sehat dan segar. Salam sungkem saya sama mbah Kinah plus kecup gemes buat Aim
Btw kenapa tugas belajarnya dibatalkan papa Aim? Pindah lokasikah?
Salam
ARNI
Errr berapa ya? Mama Ivon tuh yang tahu persisnya, mungkin sudah 60 tahunan.
DeleteAda peraturan baru Mbak tentang tugas belajarnya he3
Awalnya senyum-senyum liat foto-foto Aiman, tapi jadi sedih pas baca bagian pamitan.. Bisa ngerasain soalnya, gimana sedihnya pamitan mau ninggalin orang tua untuk pergi lagi ke rantau.. eaaa.. kenapa jadi gue yang curcol yak?
ReplyDeleteIiih Dee modus ya, mau naikkin DA curcol di sini wkwkwkwk
DeleteTapi emang beneran sedih Dee, pas ninggalin Mbah Kinah. Kalau pas malam kadang kepikiran beliau lagi apa di sana :-(
nyapunya mantep banget, Dik Aim. Sampai-sampai lidinya pada brodhol. Heheheh.
ReplyDeleteSemoga Mbah Kinah diberi kesehatan dan panjang umur, biar bisa ketemuan sama Aim. :)
semoga mbah kinah panjang umur nya dan di berikan kesehatan
ReplyDeletemberebes mili ki, iling iling mbah ku2... nuansa desa yang asri dengan senyum ramah penduduk dari hati yang murni. Najin kalau diajak ke desa juga seneng, ketimbang diajak ke Universal studio :)
ReplyDeleteAim rajin yah abis jemur pading langsung nyapu halaman :D
ReplyDeleteaim cepet akrab ya karo mbahne
ReplyDeleteAiiiiih...lucunya ain
ReplyDeleteSuka banget kalau liat anak2 bermain dan menyatu dengan alam. Aim lucu :)
ReplyDeleteMoga khusnul khotimah. Aim nangis ngga mas?
ReplyDelete