Saat ini di
setiap bungkus rokok telah diberikan warning yang lebih keras bagi para perokok
akan dampak negatif dari merokok. Baik itu warning berupa tulisan maupun
foto-foto para penderita penyakit akibat merokok yang mengerikan. Kampanye
ataupun gerakan anti rokok pun sudah banyak dilakukan oleh aktivitis maupun
masyarakat yang peduli kesehatan perokok pasif. Namun itu semua sepertinya
belum cukup untuk menyadarkan para perokok, ditambah lagi iklan-iklan rokok
kini makin menarik saja.
Rata-rata
iklan rokok memakai model pria yang tampan, gagah dan menarik. Jika yang
menonton orang dewasa pasti bisa berpikir dengan logika, namun bagaimana jika
yang menonton anak-anak dan remaja? Alam bawah sadar mereka secara perlahan
akan meyakini jika dengan merokok mereka nanti akan tampil gagah berkharisma
seperti para bintang iklannya. Kali ini saya mau berbagi cerita bagaimana
sebatang rokok bisa mengubah seorang pria gagah menjadi tak berdaya dan hampir
putus asa menjalani hidup.
Adalah Pak
Hari Susanto, suami dari bibi saya yang nomer dua, Bulek Nurul. Beliau adalah
seorang pria tinggi besar yang membuka usaha bengkel kecil-kecilan untuk
menghidupi keluarganya. Di mata saya, Pak Hari adalah seorang paman yang suka
melemparkan joke-joke segar ketika kami bertemu. Beliau juga suka memberikan
nasihat ketika saya menghadapi masalah. Buat saya beliau sudah seperti ayah
saya sendiri, Aim pun juga lengket dan betah berlama-lama jika main ke rumah
Pak Hari.
Setahun
belakangan Pak Hari menderita sariawan di lidahnya. Sudah berbagai macam obat
telah dicoba namun penyakit sariawan itu tak juga sembuh, kalaupun sembuh hanya
sebentar, nanti pasti kambuh lagi. Akibat sariawan yang membandel itu, Pak Hari
mengalami kesulitan saat berbicara maupun makan. Bicaranya menjadi tak jelas seperti
orang cadel. Makanan yang dikonsumsi pun harus bertekstur yang halus dan
hati-hati mengunyahnya. Maklum sariawan tersebut menyebabkan lidahnya terluka
bahkan ada yang berlubang besar, Pak Hari bilang kalau lidahnya seperti
terbelah rasanya.
Karena obat-obatan sariawan sudah tidak mempan, maka Bulek Nurul pun memeriksakan suaminya ke
dokter. Awalnya ke dokter umum membuahkan hasil namun tak berselang lama kambuh
lagi. Karena tak kunjung sembuh dicobalah periksa di beberapa dokter spesialis,
awalnya di dokter THT dan mulut didiagnosa lidahnya terkena jamur. Obat yang
diberikan ternyata tak banyak membantu. Luka sariawan di lidah Pak Hari tak
kunjung sembuh, malahan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Jika malam hari
beliau sering tak bisa tidur karena rasa sakit yang dirasakan tak hanya
menyerang lidah namun juga di kepalanya.
Dokter
spesialis penyakit dalam menjadi jujugan selanjutnya. Dari hasil pemeriksaan
barulah diketahui jika Pak Hari kadar gula darahnya cukup tinggi, mungkin
itulah yang menyebabkan luka sariawannya tak kunjung sembuh. Obat-obatan pun
ditebus guna menurunkan kadar gulanya. Selain itu makanan-makanan yang
mengandung gula tinggi dihindari. Selama menjalani pengobatan tersebut tak
terasa berat badan Pak Hari turun cukup drastis. Anehnya, meski sudah rutin
minum obat dan berpantangan makan, penyakit sariawan itu tak juga sembuh. Kami
hampir putus asa dibuatnya.
Di sisi lain,
keluarga Pak Hari sedang membangun rumah di atas tanah yang baru dibelinya. Beliau
membeli tanah pada salah satu pemilik sawah yang cukup luas di daerah tempat
tinggal saya. Tanah warisan itu seluas 1200 m2 dan yang dibeli Pak Hari hanya
satu kavling kecil seluas 80 m2. Proses jual beli berjalan lancar namun
mengalami kendala saat hendak mengurus SHM. Dengan sakit parah yang dideritanya
itu, Pak Hari ingin tanahnya bisa memiliki SHM. Beliau hanya berjaga-jaga jika
sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya. Saya pun sebagai keponakan berusaha
membantu semaksimal mungkin mengurus proses pembuatan SHM tersebut. Cukup ribet
juga prosesnya, apalagi banyak berkas yang belum lengkap seperti surat kematian
para pewaris dan BPHTB surat waris. Memang tanah warisan seluas 1200 m2 itu juga
belum memiliki SHM, selain itu juga sang pemilik tanah belum membayar pajak
atas tanah warisan yang diperolehnya. Pajaknya cukup besar juga yaitu senilai
Rp.17.000.000. Karena si pemilik tanah tidak memiliki uang sebanyak itu maka
pengurusan SHM itu pun terhenti sampai sekarang.
Melihat
kondisi Pak Hari yang semakin mengkhawatirkan maka kami mencari second opinion dari dokter lain, kali
ini kami memeriksakan beliau di dokter ahli bedah mulut. Betapa terkejutnya
kami semua ketika dokter mendiagnosa Pak Hari terkena kanker lidah. Yang paling
terkejut tentu saja Bulek Nurul, wajar memang. Siapa sih yang tidak akan shock jika orang yang dicintainya
menderita penyakit yang mematikan. Apalagi putri tunggal mereka masih duduk di
bangku SMP, tak terbayang jika Pak Hari harus pergi secepat itu. Belum lagi
tabungan mereka sudah hampir habis untuk membiayai pengobatan sebelumnya dan
sekarang harus mengeluarkan lagi biaya pengobatan untuk sakit kanker yang
pastinya mahal.
Untuk
memastikan bahwa penyakit yang menyerang lidah itu adalah kanker maka dilakukan
pengambilan jaringan untuk diteliti di laboratorium. Kemarin saat saya membantu
memasang genting di rumahnya, Pak Hari bercerita banyak tentang kemoterapi yang
beliau jalani sejak bulan lalu itu. Setelah pengambilan jaringan ternyata
memang Pak Hari positif mengidap kanker lidah maka satu-satunya pengobatan
adalah kemoterapi.
Setelah
pengambilan jaringan di lab, lidah yang terkena kanker itu disuntik dengan
obat. Pengaruh dari obat ini akan terasa sehari setelahnya dimana Pak Hari
merasakan lidahnya seperti mengering. Bagian lidah yang mengering itu kemudian
rontok dengan sendirinya, warnanya hitam dan baunya tidak sedap. Itu adalah
racun nikotin yang selama ini melekat di lidahnya. Rontoknya bagian lidah yang
mengering itu membuat lidah Pak Hari menjadi pendek.
Kemoterapi yang harus dijalani sebanyak enam kali dengan jeda pelaksanaannya
tiga minggu sekali. Untuk satu kali proses kemoterapi membutuhkan waktu lima
hari. Pak Hari bercerita jika di hari pertama yaitu Senin proses kemonya dari
jam delapan pagi hingga empat sore. Selama delapan jam itu beliau terbaring
dengan selang infus menancap di kedua lengannya. Tiga botol besar infus berisi
obat kemo harus habis di hari pertama itu. Saya nggak bisa bayangin kalau harus
berbaring selama delapan jam menyaksikan setetes demi setetes obat masuk ke
tubuh kita. Untung di empat hari selanjutnya proses kemo hanya memakan waktu
separuhnya saja.
Adapun untuk
biaya satu kali kemoterapi sebesar Rp.4.000.000, jadi kalau enam kali kemo maka
harus merogoh kocek sebanyak 24 juta! Sungguh mahal sekali harga yang harus
dibayar untuk menebus kenikmatan yang dulu Pak Hari dapatkan dari sebatang
rokok. Semenjak sakit Pak Hari sudah tiga bulan tidak bekerja, untung Bulek
Nurul bekerja sebagai perawat di rumah sakit tempat suaminya menjalani
kemoterapi. Untuk kemoterapi ini mereka terpaksa harus meminjam uang kepada
salah satu saudara Pak Hari yang berkecukupan. Bukan hanya materi yang harus
dikorbankan, waktu dan kebahagiaan keluarga pun ikut terenggut.
Kini kondisi
Pak Hari sudah jauh lebih baik, dia tidak lagi merasakan sakit kepala di malam
hari. Rambutnya yang dulu lebat kini berganti dengan kepala plontos akibat
kemoterapi yang selama ini dijalaninya. Sudah dua kali proses kemo yang beliau
jalani, masih ada empat kali lagi. Saya bisa melihat ada semangat hidup yang baru
di dalam dirinya. Pak Hari juga bilang kalau sekarang sudah berhenti merokok.
Semenjak menjalani pengobatan, lidahnya sudah menolak rokok dengan sendirinya.
“Rasanya pahit dan ingin muntah,” begitu kata Pak Hari.
Semoga sakit
kanker lidah yang diderita Pak Hari bisa sembuh total, semoga sel-sel kanker
itu hilang sampai ke akar-akarnya. Untung saja Pak Hari belum pernah menjalani
pengobatan alternatif sehingga proses penyembuhannya lebih cepat. Saya dulu
beberapa kali mendengar atau membaca cerita bagaimana para perokok yang insyaf
dan melawan penyakitnya, ada yang berhasil survive
dan ada yang tidak. Namun saya hanya sekedar bersimpati saja karena saya pikir
hal itu tidak akan terjadi pada saya ataupun keluarga karena saya bukan perokok
dan lahir dari keluarga non perokok. Siapa menyangka, kini ada salah satu
kerabat yang mengalami hal serupa.
Minggu kemarin
ketika saya dan anak istri melihat event Kick Fest di Lapangan Rampal, saya
terkejut saat melihat ada seorang gadis belia dengan entengnya menghisap rokok
di antara para pengunjung yang sedang menikmati kuliner. Tak lama datanglah
seorang wanita dewasa membawa balita, mungkin mereka satu keluarga. Saya kira
gadis belia itu akan mematikan rokoknya, ternyata tidak! Seakan belum cukup
dengan hal itu, saya menyaksikan wanita dewasa yang baru datang itu kemudian
ikut duduk dan menyalakan sebatang rokok juga!
Oh God, saya
tidak tahu dimana hati dan otak dua perokok wanita itu. Mungkin sudah ikut
menguap bersama asap rokok yang dihisapnya. Kalau memang mereka tidak sayang dengan
nyawa mereka sendiri, fine itu urusan
mereka. Tapi tolong pikirkanlah kesehatan balita yang ada di samping mereka. Terhadap
balita which is adalah keluarga
mereka sendiri saja tidak peduli, apalagi sama orang lain. Semoga mereka lekas
tobat, sebelum nanti menyesal di kemudian hari.
Demikianlah sharing tentang cerita paman saya yang
kini sedang berjuang melawan penyakit kanker lidah akibat sebuah benda bernama
rokok. Semoga kisah Pak Hari mampu menyentuh hati siapa saja, terutama para
perokok di luar sana. Semoga mereka mulai sekarang berpikir tentang dampak
buruk merokok baik itu bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya,
terutama keluarga! Mohon maaf kepada para perokok jika tulisan ini ternyata
malah membuat Anda tersinggung. Tapi sebelum Anda tersinggung, cobalah untuk
bertanya kepada orang-orang di sekitar Anda apakah mereka tidak tersinggung
ketika hak mereka untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat, terampas
begitu saja akibat asap rokok Anda??
sumber gambar: http://www.antaranews.com/berita/470261/hampir-11-miliar-warga-tiongkok-menderita-akibat-rokok
Semoga pakdhe lekas sembuh yaa, Mas. Sediih kalau liat orang merokok :(((
ReplyDeletePaklek lebih tepatnya Tar, aamiin makasih.
DeleteIyo, apalagi kalau deket ma anak-anak dan wanita, itu sedih dan ngeman banget.
jujur saja mas, saya merasa kesal jika ada orang yang merokok disekitar saya. Bau rokok membuat kepala saya pusing dan membuat saya tidak dapat berkonsentrasi. Cerita diatas pastinya sangat bermanfaat sekali. Karena efek rokok yang mematikan ada pada jangka panjang. Dan tentunya kesehatan harus dibayar mahal.
ReplyDeleteZaman sekarang wanita merokok sudah biasa, ya. Waktu ngantor dulu juga gitu Wan, teman teman cewek sekantor merokok dengan enteng.
ReplyDeletePadahal kebersihan mulut para perokok tak bisa sembuh hanya dengan obat sariawan, betul, ada harga mahal untuk para prokok
Saya kerja di salah satu perusahaan farmasi dan responsible untuk obat targeting therapy kanker paru (bukan kemoterapi). Berdasarkan statistik, non smoker (perokok pasif) lebih banyak terjangkit kanker paru drpd yang smoker. Ngenes? Memang. Untuk itu, pandai2lah mengkondisikan lingkungan utk bebas asap rokok. Karena yang sejatinya terancam itu adalah perokok pasif.
ReplyDeletesemoga saja dengan adanya artikel ini bisa menginspirasi bagi mereka yang sering merokok :)
ReplyDeleteSerem banget ya, padahal udah jelas-jelas sangat berbahaya, tapi masih belum kapok. Seperti yang pernah saya singgung di artikel saya, kalo orang yang merokok itu baru mau berhenti merokok kalo udah sakit parah!!... Baru deh kapok lu... Saya juga nggak suka rokok at all...
ReplyDeleteJelas tindakan kedua wanita itu sangat membahayakan orang di sekitarnya, apalagi anak kecil... Mungkin otaknya sudah dilelang di OLX atau TOKOPEDIA
ReplyDeleteSemoga Pak Hari cepet pulih, Wan... Beberapa hari lalu aku pernah baca artikel tentang jangan sepelekan sariawan, terutama sariawan yang gak sembuh-sembuh. Karena bisa jadi itu bukan sariawan biasa, tapi kanker lidah seperti yang diderita pak Hari ini...
ReplyDeleteAsapmu bukan untukku!
ReplyDeleteAlhamdulillah rumah kami bebas asap rokok Wan