Jika mendengar
Suku Tengger maka biasanya yang terlintas di benak kita pasti Upacara Adat
Kasada yang diadakan di Gunung Bromo. Padahal Suku Tengger memiliki beberapa
upacara adat lainnya yang juga tak kalah menarik, salah satunya adalah Grebeg
Tengger Tirto Aji. Dari namanya yang mengandung nama Tirto yang dalam bahasa
Jawa artinya air, maka upacara adat ini berkaitan dengan sumber mata air.
Apa itu Grebeg Tengger Tirto Aji
Grebeg Tengger Tirto
Aji adalah sebuah upacara adat Suku Tengger berupa pengambilan air suci di
Sumber Mata Air “Sendang Widodaren” Mbah Kabul dan Mbah Gimbal yang berada di
Taman Wisata Air Wendit, desa Mangliawan,
Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Kabupaten Malang sudah menggelar
acara ini sejak tahun 2013 yang biasanya dihadiri oleh masyarakat asli Tengger
dari empat kabupaten yaitu Malang, Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo. Namun untuk
tahun ini hanya dihadiri oleh Suku Tengger di wilayah Kabupaten Malang.
Saya sendiri
sebagai warga Malang baru tahu kalau di Taman Wisata Wendit ternyata sejak 2013
rutin digelar upacara Grebeg Tengger Tirto Aji ini. Saya sendiri baru sekali
sih ke Wendir yaitu saat ikutan ekstra kurikuler Pencinta Alam (PA) saat SMA,
beuuh udah lama banget yak. Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin ke Taman
Wisata Air Wendit bersama Keluarga Biru namun belum sempat mulu. Dari segi lokasi
memang agak jauh sih karena Wendit berada di Kabupaten Malang.
Saya mendapat
keberuntungan diajak oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang untuk
menghadiri ritual Grebeg Tengger Tirto Aji ini. Tentu saja saya tak sendiri,
ada Anisa-sahabat ngeblog saya- dan Iqbal, blogger kenalannya Anisa yang ternyata
kuliah di UIN Malang. Perihal bagaimana kami bisa menjalin kerjasama dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang ini akan saya ceritakan di
tulisan tersendiri.
Pengalaman Pertama Meliput Acara Budaya
Saya tiba di
Taman Wisata Air Wendit pukul delapan pagi lewat. Anis dan Iqbal sudah standby
di sana sejam sebelumnya karena Anis sedang menimba ilmu pada Iqbal tentang
otak-atik tema dan template blogger. Setelah kontak-kontakan dengan Mas Vicky,
staf publikasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang kami pun masuk
lewat pintu samping. Inilah enaknya jadi blogger yang diundang liputan, kami
diberi akses khusus sehingga tak perlu membayar tiket masuk seperti pengunjung
lainnya.
Saat baru masuk
kami melihat Bapak Made Arya Wedhantara, SH, M.Si, Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Malang. Pak Made terlihat ganteng dengan baju batik warna abu-abunya
itu, kami bersalaman dan memotret beliau bersama stafnya. Walaupun Pak Made ini
seorang kepala dinas yang notabene adalah orang penting dan nomer satu namun
beliau pembawaannya ramah, bersahabat dan berjiwa muda.
Setelah itu kami
bertiga berjalan menuju lokasi acara sambil memotret beberapa spot menarik di
Taman Wisata Air Wendit. Wendit identik dengan populasi kera atau monyet yang
cukup banyak di sana, makanya tak heran jika warga Malang sering menjadikannya
lelucon.
“Mau kemana
kamu?”
“Ke Wendit.”
“Oh, madakno
rupo yo?”
Dalam bahasa
Indonesia artinya: “Mau nyamain muka ya?” maksudnya orang yang datang ke Wendit
diledek mau nyamain mukanya dengan monyet-monyet di sana.
Sayang saya
tidak datang bersama Keluarga Biru karena Mama Ivon ada agenda acara sendiri
jam 11 siang. Untungnya dia mau mengajak Aiman ikut serta sebab kalau Aim ikut
saya maka saya tidak akan bisa meliput acara dengan leluasa.
Bertemu Tujuh Bidadari Cantik di Wendit
Acara sempat
molor hingga dua jam, saya kurang tahu apa sebabnya. Untung saja saya dan Iqbal
punya kesibukan lain yaitu memotret tujuh bidadari yang nantinya akan mengambil
air suci di Sumber Mata Air “Sendang Widodaren” Mbah Kabul dan Mbah Gimbal.
Ibarat simbiosis
mutualisme, saya dan para wartawan membutuhkan banyak foto untuk liputan
sementara para bidadari itu senang dipotret dalam balutan busana khas Jawa yang
anggun dan mempesona. Selain itu ada juga tokoh Prabu Rama Wijaya dan Hanoman
yang juga tak kalah menarik sebagai objek foto kami. Mereka bersembilan
merupakan anggota grup tari Laras Aji, mereka nanti akan membawakan tari Mendak
Tirto Bedhaya Luk Suruh. Maka inilah foto-foto hasil simbiosis mutualisme kami.
Masyarakat Suku Tengger yang Memegang Teduh Tradisi
Ketika saya dan
Iqbal sedang asyik ngobrol di salah satu warung, mendadak rombongan masyarakat
Suku Tengger sudah datang dan turun menuju Pendopo Pemandian Wendit. Mereka
semua mengenakan pakaian adat yang didominasi warna hitam. Saya dan para
wartawan sedikit merasa kecolongan, maka kami pun turun ke pendopo dengan
setengah berlari melalui undak-undakan yang sepi.
Iringan masyarakat
Tengger itu membawa puluhan sesaji yang terdiri dari tiga tumpeng nasi kuning
berukuran besar dan beraneka macam hasil bumi. Saya kagum dengan masyarakat
Suku Tengger yang memegang teduh adat dan tradisi mereka, apalagi di zaman yang
serba digital seperti sekarang ini. Mereka rela datang jauh-jauh dari Glubuk Klakah
Tengger untuk mengambil air suci di Wendit.
Masyarakat Suku
Tengger menganggap Sendang Widodaren atau Sumber Air Mbah Kabul dan Mbah Gimbal
tersebut, merupakan sumber mata air yang dapat membawa berkah dan manfaat untuk
bercocok tanam dalam kehidupan masyarakat Tengger. Di sisi lain, Upacara adat
Tengger Tirto Aji memiliki banyak makna sesuai dengan pemahaman dan keyakinan
Suku Tengger, di antaranya adalah untuk penyembuhan, penanggulangan hama dan
penyubur tanaman.
Acara dibuka oleh
Pak Made Arya Wedhantara, SH, M.Si, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Malang, selaku penyelenggara acara Grebeg Tengger Tirto Aji. Dalam
sambutannya beliau menjelaskan bahwa Grebeg Tengger Tirtoaji ini merupakan
bentuk wujud terima kasih kepada Sang Pencipta atas limpahan kekayaan alam yang
luar biasa yang diterima oleh masyarakat Tengger. Pak Made munuturkan bahwa,
masyarakat suku Tengger beranggapan air di Sendang Widodaren ini bisa
memberikan kesuburan sepanjang tahun, bahkan di saat musim kemarau.
Mendak Tirto Bedhaya Luk Suruh
Upacara Grebeg
Tengger Tirto Aji dipimpin oleh H. Abdul Malik (Sekda Kabupaten Malang) yang
pada hari itu mendapatkan penghormatan berupa pemakaian Udeng khas Suku Tengger
dan Sempet sebagai pakaian pimpinan ritual.
Sebelum menuju
Sendang Widodaren, rombongan grup tari Laras Aji membawakan tari Mendak Tirto
Bedhaya Luk Suruh terlebih dahulu. Arti nama tarian ini adalah Mendak tirto:
mengambil air dan Luk Suruh adalah nama lama
daerah tempat mata air. Mereka tampak anggun dan penuh penghayatan
membawakannya. Puluhan kamera baik itu kamera wartawan professional, kamera handphone dari para pengunjung dan saya
juga tentunya, mengabadikan tarian tersebut dalam foto maupun video.
Di dalam tarian
ini diceritakan para bidadari yang turun dari khayangan, mereka bertugas
mengambil air dari Sendang Widodaren di Wendit sambil membawa tempat air. Air
ini nantinya dibagikan kepada masyarakat yg membutuhkan. Sementara Prabu Rama
dan Hanoman menjadi Cucuk lmpah (penunjuk jalan) Bapak Bupati ke tempat sendang.
Setelah tarian
selesai, seluruh yang hadir di pendopo dengan dipimpin H.Abdul Malik menuju Sumber
Air Mbah Kabul dan Mbah Gimbal. Saya langsung ambil langkah seribu agar bisa
berada di barisan depan. Masyarakat pun tak kalah antusiasnya ingin menyaksikan
secara langsung prosesi pengambilan air suci secara langsung.
Bapak Made dan
Bapak Malik memasuki sumber air bersama para tujuh bidadari dengan diikuti yang
lainnya. Saya sendiri tidak bisa ikut masuk karena sudah terhalang oleh kerumunan
penduduk Suku Tengger, wartawan, pegawai Dinas dan para pengunjung yang tumpah
ruah menjadi satu di situ.
Setelah air dari
Sumber Air Mbah Kabul dan Mbah Gimbal dimasukkan dalam setiap tempat air, Pak
Made dan Pak Malik memberikannya kepada setiap perwakilan dari dusun yang ada
di Glubuk Klaka. Sebagian sesaji kemudian dilarung di tengah Sumber Wendit
sementara yang lain dibagi-bagikan kepada semua yang hadir di situ.
Itulah cerita
saya menyaksikan upacara adat Grebeg Tengger Tirto Aji yang penuh dengan nuansa
tradisional dan nilai-nilai luhur budaya masyarakat Tengger. Apresiasi
setinggi-tingginya patut diberikan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Malang yang selama ini telah menyelenggarakan upacara adat Grebeg
Tengger Tirto Aji yang merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa. Semoga
dengan adanya acara ini mampu memberikan wawasan budaya kepada generasi muda
saat ini, sekaligus menjadi daya tarik wisatawan tahunan di Kabupaten Malang.
Foto: dokumentasi pribadi
Semoga dg warisan budaya ini tetep dilestarikan sehingga juga Bisa meningkatkan devisa buat masyarakat malang.
ReplyDeleteKeren sama mbk Anisa. Saluuttt
Aamiin, siapa lagi yang akan melestarikannya kalau bukan kita. Sebagai blogger kita bisa bantu dengan publikasi di dunia maya.
DeleteMakasih Mbak Rohma.
harus dilestarikan sehingga bisa di nikmati untuk anak cucu kelak :))
ReplyDelete*FOKUS Penari CEWE
wkwkwk
izin share artikel nya bagus (y) sangat bermanfaat ..
Mau dapat uang Dari Google?
Mau Pendapatan adsense $7-$9 setiap harinya?
Atau daftar Google adsense Susah?
kunjungi trik adsense di blog saya ..
99% Halal :)
hackingofworldnew.blogspot.com
atau langsung daftarkan Blog Anda Ke Adsense generator
di www.hot-news-world .top
1-2 Jam langsung diterima
Thanks
Siip, betul sekali Mas.
DeleteKalau kenalan ama penarinya lihat aja di FB saya mas he3
Wah menarik liputannya mas ihwan.. Foto penarinya bagus. Perpaduan warna yg menarik.. Tfs yaa
ReplyDeleteMakasih Mbak Ima. Warna baju mereka melambangkan warna pelangi Mbak.
DeleteManteb nih tulisannya. :D Ojo lali kaosku dikumbah. :v
ReplyDeleteSuwuun, iyo masih antri di laundry :D
DeleteJadi pengen ngeliat langsung nih, keren bisa menambah pilihan wisata di Malang! :)
ReplyDeleteTahun depan kalau ada aku kabari ya Mas.
DeleteMantab...., liputannya komplit banget...
ReplyDelete:)
Makasih Mas Endrita, moga kapan-kapan kita bisa meliput bareng lagi yaa.
DeleteSeru banget yah, pengen banget liat langsung yg ginian.
ReplyDeleteAssalamu'alaikum..
ReplyDeleteSelamat malam mas.
Perkenalkan, saya Candra, mahasiswa pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.
Mas, boleh saya mendapatkan kontak mas nya? Saya ingin menanyakan informasi mengenai ritual ini untuk korpus penelitian saya mas. atau jika mas nya punya kontak pemangku adat terkait, apakah bisa di share mas?
Mohon dibalas ya mas.
Terima kasih :D