Hal yang tidak saya sukai ketika harus menghadiri Rapat RT, Tahlil
ataupun acara lainnya yang dihadiri oleh para bapak dan pemuda adalah badan dan
baju saya pasti jadi bau rokok setelahnya. Setibanya di rumah saya segera
berganti baju bahkan jika perlu saya akan membersihkan diri saya agar bau asap
rokok itu sirna dari tubuh saya. Bukannya saya sok gaya atau gimana-gimana,
saya hanya ingin mencegah bahaya nikotin pada diri saya dan keluarga tercinta.
Asap tembakau mengandung sekitar 4000 bahan kimia dan lebih dari 50
di antaranya telah dikaitkan dengan kanker. Menghirup asap rokok dapat
berdampak buruk, baik sementara maupun dalam jangka panjang. Terpapar asap
rokok dapat menimbulkan gejala seperti mata teriritasi, sakit kepala, batuk,
sakit tenggorokan, dan pusing.
Bahaya Third Hand Smoke bagi Kesehatan
Tidak hanya itu, asap rokok yang menempel pada pakaian dan benda lainnya juga menyebabkan masalah kesehatan pada diri kita. Partikel asap rokok yang menempel ini namanya third hand smoke--zat-zat atau residu dari asap rokok yang tidak terlihat mata.
Toksin rokok dapat bertahan di permukaan benda selama
bertahun-tahun, bahkan juga bisa menempel dalam waktu lama di rambut, kulit,
dan pakaian perokok. Sisa asap tembakau bercampur dengan debu, mengendap di
permukaan, bahkan menembus dinding kering. Dan bila dikombinasikan dengan
polutan dalam ruangan, seperti ozon dan asam nitrat, senyawa baru, seperti
nitrosamine, diyakini dapat merusak DNA, dan berpotensi menyebabkan kanker.
Sampai sini sudah terbayang dong betapa besar sekali resiko
kesehatan yang dihadapi oleh seorang istri dan anak jika sang kepala rumah
tangga merokok. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan sehat
berubah menjadi sarang penyakit untuk para penghuninya. Sudah terpapar asap
rokok setiap waktu, eh masih harus ditambah lagi dengan toksin rokok yang
menempel di pakaian, sofa, gorden, seprai dan selimut.
Namun sayangnya mayoritas masyarakat masih belum tahu bahaya dari
Third Hand Smoke ini sehingga tidak ambil pusing dengan asap yang masih
tertinggal di rumah ataupun lingkungan lainnya. Meskipun kampanye anti rokok
sudah gencar dilakukan namun kita masih sering melihat seorang ayah sedang
menggendong anaknya sambil merokok bahkan anak-anak usia sekolah pun juga
ikutan merokok.
Strategi Capres Atasi Kerugian Kesehatan Akibat Merokok
Pemerintah sebagai perumus kebijakan dan pengambil keputusan
tentunya memiliki peran yang besar dalam mengatasi masalah rokok ini. Itulah sebabnya
menjelang Pemilu kemarin, tim kampanye para Capres memaparkan strategi untuk
mengatasi kerugian akibat merokok dalam sebuah acara Ruang Publik Kantor Berita
Radio (KBR) dalam serial talkshow KBR.ID #putusinaja edisi ke 2 tanggal 12
Maret 2019. Acara ini dipandu oleh Don Brady dengan mengangkat tema: Bagaimana
Strategi Capres Atasi Kerugian Kesehatan Akibat Rokok.
Hadir dalam talkshow ini Prof. Dr. Hasbullah Thabrany Tim Kampanye
Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan dr. Harun Albar SpA, M.Kes
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Selain itu juga
ada pemaparan dari Bapak Dr. Abdillah Ahsan, Wakil kepala Pusat Ekonomi dan
Bisnis Syariah FEB UI.
Dr. Abdillah menjelaskan bahwa saat ini di Indonesia sedang terhadi transisi
epidemologis, jika di negara lain biasanya penyakit menular mendominasi, nah sementara
di Indonesia semua penyakit sedang meinngkat.
“Dari data terakhir peningkatan paling cepat di Indonesia adalah penyakit
yang tidak menular seperti stroke, kanker dan penyakit yang dipengaruhi oleh
gaya hidup tidak sehat. Adapun gaya hidup yang tidak sehat antara lain merokok,
minum yang terlalu manis, stress, hingga aktifitas fisik yang kurang, pola
makan yang salah, khusus yang bisa dicegah adalah merokok. Rokok ini
menyebabkan penyakit berbahaya.”
Prof. Dr. Hasbullah Thabrany dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko
Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin mengatakan jika: “Rokok bukan hanya mengancam
kesehatan bagi Indonesia tapi juga merupakan masalah sosial ekonomi.
Masyarakat yang sudah kecanduan merokok, terpaksa mengorbankan konsumsi
produktif yang konstruktif buat masa depannya.”
Lalu strategi apa yang akan diterapkan jika salah satu capres ini terpilih
nantinya?
Capres 01 akan menggunakan strategi menaikkan harga rokok. Menurut 01 harga menjadi pertimbangan utama bagi
para perokok untuk membeli rokok. Walaupun
untuk yang sudah kecanduan harga berapa pun tidak akan menjadi masalah. Namun
setidaknya strategi ini akan efektif mencegah anak-anak atau para perokok pemula
untuk membeli rokok.
Sedangkan Capres 02 memiliki strategi Revitalisasi Puskesmas, yaitu
dengan mengkader para ibu di puskesmas dan posyandu untuk mengkampanyekan
hestek Bahagiatanpanikotin.
Memprioritaskan Say No DNER yaitu Say No Pada Depresi Narkoba AIDS Dan
Rokok. Lalu ditindak lanjuti melalui kerja sama dengan pihak yang terkait
seperti Komisi Perlindungan Anak, Komisi TV, MUI. Membuat inovasi-inovasi baru seperti rokok
tanpa nikotin.
Sebagai bahan pertimbangan bagi para tim kampanye Capres, Dr
Abdillah Ahsan menjelaskan kelemahan-kelemahan penanganan rokok di Indonesia
antara lain:
- Penjualan rokok masih laku keras karena dijual secara bebas, perokok bisa dengan mudah membeli rokok di berbagai tempat dengan harga yang murah.
- Iklan rokok masih banyak bahkan dikemas dengan menarik dengan branding para perokok digambarkan sebagai sosok pria yang sukses dan keren.
- Para elit masih menganggap mengkonsumsi rokok adalah sebuah hal yang normal dan lumrah. Inilah yang menyebabkan kekuatan politik industri rokok masih demikian kuat.
- Kawasan tanpa rokok meski mulai meningkat tapi masih minim dalam pelaksanaannya.
Itulah sharing saya tentang talkshow KBR.ID #putusinaja yang
mengangkat tema: Bagaimana Strategi Capres Atasi Kerugian Kesehatan Akibat
Rokok. Harapan saya, siapa pun nanti presiden yang terpilih akan menjalankan
strategi yang sudah dikampanyekan tersebut dan memiliki komitmen yang kuat
untuk mengatasi masalah rokok ini demi kesehatan masyarakat dan kemajuan bangsa
Indonesia, aamiin.
alhamdulillah untung sekarang saya sudah tidak meroko lagi cuman tetep aja sekarang jadi perokok pasif, karena lingkungan.
ReplyDeleteRisiko kesehatan yang ditanggung perokok pasif tuh besar banget ya. Masih nyeri hati rasanya kalo inget berita tentang bayi yang meninggal karena terlalu sering terpapar asap rokok dari ayahnya sendiri :'(
ReplyDelete