sumber gambar: Kawan Imut |
Salah satu kakak saya dulu memiliki sahabat saat dia masih remaja. Mereka berdua begitu dekat, kemana-mana selalu berdua meskipun tidak satu sekolah. Kebetulan sahabat kakak saya itu tetangga kami juga. Karena kedekatan mereka itu, hubungan mereka sudah layaknya saudara. Lalu suatu ketika ada masalah di antara mereka, saya tidak tahu apa sebabnya. Yang jelas sejak saat itu hubungan mereka menjadi renggang, kakak saya sedih karena kehilangan sahabat.
Karena kejadian tersebut, Bibi saya berpesan kepada kakak juga saya: “Makanya kalau bersahabat itu tidak usah terlalu dekat, tetap harus ada batasannya. Sebab kalau ada masalah seperti ini, hubungan jadi buruk dan tidak akan pernah sama lagi.”
Pesan Bibi saya itu benar-benar saya ingat, saya jadi orang yang susah membuka diri untuk sebuah persahabatan. Di samping itu juga saat remaja saya sering jadi korban bully sehingga saya makin selektif memilih teman apalagi sahabat. Sahabat di sekolah juga tidak berumur panjang, setelah lulus tidak kontak lagi. Sampai setua ini sahabat yang berasal dari dunia nyata dan masih sering kontak hanya segelintir saja.
Kami Memang Sedekat Itu
Sampai kemudian saya menikah dengan istri saya, seorang wanita ekstrovert yang suka bergaul. Karena dia aktif di grup ini itu, dia pun jadi punya banyak teman dekat. Ada yang dari grup ibu dan anak, grup baking, grup bakulan dll. Di antara semua grup itu, ada yang sangat dekat karena persahabatan mereka terjalin sejak masih memiliki bayi hingga kemudian bertambah jadi dua hingga tiga anak, sebut saja grup itu Grup Mahmud. Anggotanya ada 8 orang yang berasal dari berbagai daerah namun sekarang menetap di Malang.
Di antara semua grup itu, saya paling suka dengan persahabatan di Grup Mahmud. Alasannya karena mereka sudah melalui suka dan suka bersama selama hampir 8 tahun. Saya pun melihat mereka adalah wanita-wanita baik yang akan memberikan pengaruh positif pada istri saya. Alhamdulillah saya juga cocok dan nyambung sama beberapa suami mereka jadi kalau Grup Mahmud sedang gathering, kami para suami tidak mati gaya. Bisa ngobrol tentang apa saja. Anak-anak kami juga lumayan cocok, jika bertemu mereka bermain bersama. Boleh dibilang, saya termasuk suami yang paling sering mendampingi jika mereka gathering jadi saya tahu sedekat apa hubungan mereka.
Istri saya adalah seorang yang boleh dibilang senang berbagi, bukan hanya pada sahabat tapi juga teman. Pada grup Mahmud ini, istri saya juga bersikap seperti itu. Kalau ada barang-barang di rumah yang sudah tidak dipakai (tapi kondisinya masih bagus) maka list pertama yang ditawarin adalah member Grup Mahmud. Dia akan mengantarkan barang-barang yang dia kasih ke setiap rumah member yang tersebar dari utara, barat hingga timur. Mulai dari kami masih kemana-mana naik motor hingga punya mobil. Bahkan saat trend tanaman hias naik, jika koleksi tanaman hiasnya sudah beranak pinak atau menemukan tanaman hias unik di Blitar maka dia selalu menawarkan ke sahabat-sahabatnya itu.
Member grup Mahmud juga ikut menjadi saksi dan memberikan support di moment-moment perjuangan kami. Misalnya saat saya masih belajar mengemudi mobil, mereka ikut memberikan dukungan. Saya juga pernah belajar mengemudi bersama dua suami member grup Mahmud, salah satunya bahkan ikut menginap di rumah mertua saat kami pulkam. Berkat mereka saya akhirnya berani dan bisa menempuh perjalanan mudik Malang-Blitar mengendarai mobil sendiri.
Lalu saat istri mengalami pendarahan hingga akhirnya harus melakukan kuret, para member Grup Mahmud selalu memberikan dukungan. Ketika istri masuk ruang operasi hingga selesai kuret namun belum sadar, salah satu dari mereka selalu up-date kabar istri. Saya merasa dikuatkan juga menjalani ujian tersebut. Yang terakhir, saat kami membutuhkan tambahan uang untuk membayar pajak tahunan mobil, salah satu dari mereka meminjamkan uang pada kami. Kami memang sedekat itu.
Dari persahabatan istri di Grup Mahmud itu, pandangan saya yang semula apriori tentang persahabatan jadi berubah. Saya melihat bahwa hubungan pertemanan yang baik bisa menjadi sahabat yang kedekatannya melebihi keluarga. Saya beberapa kali ngomong sama istri kalo saya iri sama persahabatan Grup Mahmud. Saya pengin juga punya grup sahabat yang bisa diajak sharing suka dan duka.
Awal Mula Perselisihan
Namanya persahabatan tentunya tidak berjalan mulus. Pasti ada gesekan atau masalah yang timbul karena perbedaan sifat dan karakter serta kesalah pahaman. Seingat saya, di Grup Mahmud pernah ada 2 member yang left WAG karena ada gesekan. Istri pernah chat nangis-nangis ketika ada 2 member yang berselisih hingga hampir tidak mau kembali lagi di WAG. Untunglah perselisihan itu bisa diselesaikan dengan baik karena member-member yang lain berusaha mendamaikan, termasuk istri.
Nah, sekitar sebulan yang lalu, istri memberitahu saya jika dia left WAG. Alasan dia left karena merasa dicuekin di grup, kalau melempar topik tidak ada yang menanggapi dan ini terjadi berulang kali. Trus pernah juga ada salah satu member yang curhat lalu istri saya ikut kasih masukan namun saran tersebut tidak dihiraukan. Ya sebenarnya memang hak member tersebut sih tapi ya minimal ucapin makasih lah biar istri tidak merasa tidak dianggap.
Agar tidak keterusan baper, istri akhirnya memilih left. Tujuan dia untuk mengembalikan suasana hatinya agar adem. Saya sebenarnya tidak setuju dengan tindakannya tersebut, saya bilang padanya tidak perlu left grup. Cukup silent aja, tapi istri saya bilang tidak sanggup kalau hanya silent. Ya udah saya tidak memaksa. Dia bilang bahwa meskipun left, dia tetap berkomunikasi via japri dan masih komen-komen di status sosmed para sahabatnya.
Saya sadar dan saya akui istri saya juga punya kekurangan, salah satunya dia kalau ngomong itu suka ceplas-ceplos. Tapi dia melakukannya pada orang terdekat saja, sama saya, anak, termasuk sahabat-sahabatnya itu. Kayaknya ini yang kemudian menjadi unek-unek dari member Grup Mahmud.
Pada hari ulang tahun anak sulung kami, istri berinisiatif mengirimi berkatan (bingkisan makanan) untuk member Grup Mahmud. Saya agak terkejut sih.
“Kamu udah baikan sama mereka, udah masuk grup lagi?”
“Belum sih, tapi aku pengin ngasih mereka.”
Oke, saya setuju. Saya anggap itu upaya istri untuk berbaikan lagi dengan para sahabatnya itu.
Kami mengantar berkatan itu secara langsung ke rumah mereka, hanya satu yang terpaksa via gosend karena rumahnya di pelosok dan memakan waktu yang lama. Kami berangkat dari rumah siang hari dan baru kelar sore hari. Sampai-sampai kerabat yang kami undang untuk tasyakuran kecil-kecilan di rumah menelpon. Menanyakan posisi kami dan apakah acara jadi dilakukan.
Saya waktu itu tidak ikut turun setiap kali istri memberikan bingkisan karena kondisi saat itu hujan dan keterbatasan waktu. Untuk satu orang terpaksa saya yang memberikan karena kondisi jalan yang padat, kalau istri yang menyeberang agak kesulitan. Waktu itu sambutan sahabat istri juga baik, demikian juga dengan suaminya.
Apalagi selang satu atau dua hari, ada kurir yang mengantarkan barang. Istri mengira itu barang endors tapi ternyata kado untuk anak kami dari member Grup Mahmud. Saya tersentuh lho dengan kado itu, bahkan saya sampai ingin berterimakasih kepada salah satu member yang kebetulan saya punya nomer WA-nya. Tapi saya urungkan karena saya ingin istri dulu yang berterimakasih.
Sore Kelabu bagi Kami
Setelah pemberian kado itu, saya mengira hubungan mereka sudah membaik. Istri sudah berterimakasih kepada salah satu member dan meminta tolong untuk disampaikan kepada yang lain. Harapan saya, istri akan kembali masuk ke WAG tapi ternyata kenyataannya berkata lain.
Hari itu saya mengantarkan istri untuk melakukan facial di sebuah klinik perawatan wajah di kawasan Suhat Malang. Kami datang siang hari dan baru kelar menjelang sore. Setelah keluar dari ruang perawatan, saya melihat mata istri sembab. Saya mengira itu karena efek facial, kebetulan dulu saya pernah juga facial dan mata sampai sampai berair hingga esoknya. Memang kesalahan saya sih, sewaktu terapisnya memijat area di sekitar mata, saya tidak ngomong jika pijatannya terlalu keras.
Oke kembali ke mata istri yang sembab. Karena saya pikir tidak ada apa-apa maka saya pun segera mengajaknya keluar dari klinik. Kami masuk ke mobil, kemudian saya menyalakan mesin mobil dan hampir bersamaan dengan itu tangisan istri pun pecah.
Saya kaget dan heran, ada apa ini? Kenapa istri saya mendadak menangis hingga berderai air mata gitu. Sepintas saya melihat nama salah satu member Grup Mahmud di deretan daftar WA-nya. Hmm pasti ini gara-gara mereka, batin saya.
Epilog
Fiuuh ternyata panjang juga ya tulisan drama persahabatan ini, padahal ini baru pertengahan. Jujur, meskipun bukan saya yang mengalaminya namun saya ikut merasa kehilangan dan menanggung akibatnya. Karena seperti saya bilang di awal bahwa persahabatan ini bukan hanya melibatkan mereka tapi juga saya sebagai suami dan anak-anak kami.
Bagi saya, menuliskan kisah ini cukup berat juga. Bahkan di hari H itu, saya sampai harus mencurahkan amarah dan kesedihan ini di Twitter karena saya butuh media untuk membuang emosi-emosi negatif di dalam diri ini. Tapi kemudian saya menghapusnya.
Bisa dibayangin nggak beratnya rasa sakit yang dirasakan istri? Saya aja sampai butuh curhat agar hati lebih plong, bagaimana dengan dia.
Untuk itulah akhirnya saya putuskan untuk menuliskan kisah ini di blog dengan hati yang sudah adem. Mohon maaf jika ada pihak-pihak yang merasa diceritakan di dalam tulisan ini, yang penting adalah saya tidak menyebutkan identitas pribadi baik itu nama, akun sosial media dan lainnya serta tidak memasang foto member Grup Mahmud dan keluarganya. Saya tidak bermaksud menjelek-jelekkan, saya hanya ingin menuliskan salah satu episode kesedihan dalam hidup kami. Bukankah fitrah blog adalah tempat untuk bercerita kepada pembaca baik itu suka duka, senang sedih, tawa dan tangis.
Tulisan ini saya jeda dulu, nanti akan saya lanjutkan jika hati ini sudah cukup kuat untuk melanjutkan lagi. Salam.
"Persahabatan bukanlah tentang siapa yang paling lama kamu kenal. Ini tentang siapa yang masuk ke dalam hidupmu dan berkata, 'Aku di sini untukmu dan membuktikannya."
Kene aku wae sik dilebokne dadi member wag mahmude ketoke aku cocok 😂
ReplyDeletePembaca masih bingung, masalahe opo sakjane ����
ReplyDeleteOleh sebab aku juga masih bingung apa sebetulnya masalahnya, aku akan duduk di sebelah April.
DeleteP.S kepada Mas Ihwan, tolong lain kali jangan balik ke tukang facial itu. Pijat kepala harusnya tidak membuat mata berair.
Masalahe.....merasa diabaikan, ngono lho Bu April *kabur ahhh
DeleteAku ikut duduk manis bawa cemilan
DeleteNungguin lanjutan ceritanya
Maaf mas ihwan, aku ketawa pas baca facial sampai nangis �� apa pas dicupliki komedo nya?
ReplyDeleteMbak Vicky, aku duduk sebelahmu ya. Aku juga penasaran nih ��
Wah, Mas Ihwan pinter nulis cerita bersambung, ya. Penasaran nih gimana sebenarnya permasalahannya (yang bikin mbak Ivon nangis habis facial).
ReplyDeleteAku duduk di sebelah siapa nih enaknya? Haha.
Maaassss, lha terus masalahe opo kok Mb Ivone sampai menangis berderai air mata itu? Haduuuw bikin penasaran ahahah
ReplyDeleteSampai lupa mau komentar apa dari semalam coba komentar gagal terus. Tetap semangat ya Mba Ivone. Semoga masih ada kesempatan untuk kembali menjali hubungan silaturahmi. Aamiinn
ReplyDelete